Seandainya kedua belah pihak, yakni pemilik barang dan pihak yang mengelolanya berselisih, misalnya pengelola mengatakan, “engkau telah meminjamkannya kepadaku.” Sedangkan pemilik barang mengatakan, “tidak, melainkan aku sewakan barang ini kepadamu dengan harga sekian.” Dalam hal ini yang dibenarkan adalah pihak pengelola melalui sumpahnya, jika barangnya masih utuh dan belum berlalu suatu masa yang bernilai sewa. Tetapi jika telah berlalu suatu masa yang bernilai sewa, maka pihak pemilik disumph, kemudian ia berhak menerima uang sewa itu.
Perihalnya sama seandainya seseorang memakan makanan orang lain, lalu ia mengatakan, “Kamu telah memperbolehkan buatku,” kemudian pemilik makanan menyangkalnya.
Atau yang terjadi adalah kebalikannya, misalnya pengelola mengatakan, “engkau telah menyewakannya kepadaku dengan harga sekian,” sedangkan pemilik barang mengatakan, “tidak, melainkan aku hanya meminjamkannya kepadamu,” padahal barangnya masih utuh. Maka yang dibenarkan adalah pihak pemilik melalui sumpahnya.
Pemberian yang tidak merupakan hak milik
Seandainya seseorang memberikan kepada seorang lelaki sebuah kios dan sejumlah uang dirham atau sebidang tanah berikut bibit tanaman, lalu ia mengatakan, “berdaganglah atau tanamlah bibit ini di tanah ini buatmu sendiri,” maka lahan tersebut dianggap ‘ariyah (barang pinjaman), sedangkan yang lainnya (uang dirham) dianggap sebagai qiradh (pinjaman modal) menurut pendapat yang kuat alasannya, bukan hibah; lain halnya dengan sebagian ulama yang berpendapat berbeda.
Selanjutnya pihak pemberi dapat dibenarkan dalam tujuan yang diniatkannya.
Seandainya seseorang mengambil sebuah kendi (gelas) dari pemberi minum untuk ia gunakan sebagai tempat minum, ternyata kendi itu terlepas dari tangannya dan jatuh hingga pecah, baik sebelum minum atau sesudahnya. Jika dia minta air itu secara Cuma-Cuma, berarti dia harus menanggung kendi itu, sedangkan airnya tidak. jika ia meminta kendi dengan imbalan (membayar), sedangkan airnya diambil secukupnya, berlaku kebalikannya, yaitu air harus diganti (sedangkan kendi tidak).
Seandainya seseorang meminjam sebuah perhiasan, lalu memakaikannya kepada anak perempuannya yang masih kecil, dan ia memerintahkan kepada orang lain untuk menjaga perhiasan tersebut di rumahnya, lalu dilakukannya. Kemudian ternyata perhiasan itu ada yang mencuri, maka pemilik meminta ganti kepada peminjam, selanjutnya peminjam meminta ganti rugi kepada penjaga anak perempuan tersebut jika dia mengetahui bahwa perhiasan itu adalah barang pinjaman.
Jika penjaga tidak mengetahui bahwa perhiasan tersebut adalah barang pinjaman, bahkan dia menduga perhiasan itu milik orang yang memerintahnya, maka dia tidak menanggung gantinya.
Barang siapa yang mendiami sebuah rumah selama suatu masa dengan seizin pemilik yang sah, sedangkan pemilik tidak menyinggung masalah sewaannya, maka dia tidak wajib membayar sewa.