Menurut mazhab Syafii hukum qishash diwajibkan terhadap seorang pemabuk yang sengaja meminum minuman yang memabukkan, dan tidak ada hukuman qishash terhadap pemabuk yang tidak sengaja.
Pengakuan dapat dibenarkan melalui sumpah
Seandainya seseorang mengatakan, “Ketika aku melakukan pembunuhan, aku masih kecil,” dan memang masa kecilnya itu memungkinkan dalam peristiwa tersebut; atau dia gila dan masa gilanya memang telah dikenal, maka dia dapat dibenarkan melalui sumpahnya.
Di saat terjadi tindak pidana disyaratkan adanya kesepadanan
Disyaratkan adanya kesepadanan, yakni persamaan derajat, di saat tindak pidana (yakni antara si pembunuh dan si terbunuh), umpamanya si pembunuh tidak lebih utama darpada si terbunuh pada saat terjadi tindak pidana, baik lebih utama karena islam, status merdeka, ataupun karena sebagai orang tua atau karena sebagai tuan.
Membunuh yang tidak dikenakan hukum qishash
Seorang muslim tidak boleh dihukum qishash sekalipun darahnya tak terlindungi karena, misalnya perbuatan zina (muhshan) sebab membunuh orang kafir (melainkan hanya membayar diat saja). Orang yang merdeka tidak boleh dihukum qishash karena membunuh seseorang yang berstatus budak, sekalipun status budaknya tinggal sedikit lagi. Orang tua tidak boleh pula dihukum qishash karena membunuh anak-anaknya hingga lebih bawah dari anaknya (umpamanya cucu). Akan tetapi, seorang anak (cucu) dihukum qishash karena membunuh orang tuanya (kakeknya).
Demikianlah penjelasan dari kami mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan qishash. Semoga uraian singkat di atas dapat memberikan manfaat bagi kita semua di dunia maupun di akhirat, amin.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani