Orang yang wajib melakukan jihad

Orang yang dibebani ialah semua orang mukallaf yang tidak merasa khawatir akan keselamatan anggota tubuh dan juga keselamatan hartanya, sekalipun tidak banyak; tidak ada dugaan kuat bahwa orang yang diperingatkannya nanti akan bertambah menentangnya, sekalipun telah dimaklumi menurut kebiasaan bahwa cara yang dilakukannya itu tidak akan membuahkan hasil.

Cara yang ditempuh dalam berjihad

Cara untuk meluruskannya ialah dengan memakai semua jalan yang dapat digunakan, baik dengan kekuatan, lisan, atau meminta tolong kepada orang lain. jika cara tersebut tidak dapat dilakukan, maka dengan sikap ingkar dalam hati saja.

Tiada hak bagi seseorang melakukan pengejaran, dan penyergapan langsung ke dalam rumah-rumah hanya berdasarkan dugaan semata.

Tetapi memang dibenarkan jika ada seorang yang terpercaya menyampaikan berita kepadanya tentang seseorang yang menyembunyikan perkara mungkar karena telah melakukan pembunuhan atau zina, maka ia boleh melakukan hal-hal tersebut (yakni pengejaran, pengintaian, dan penyergapan).

Seandainya perkara mungkar dapat dihentikan hanya dengan melapor kepada sultan, hal ini tidak wajib ia lakukan, mengingat akan berakibat terlanggarnya kehormatan dan penyitaan harta. Demikian menurut Ibnul Qusyairi.

Pendapat Ibnul Qusyairi ini mengandung interpretasi wajib melaporkan kepada imam bila ternyata si pelaku kemungkaran tidak mau menghentikan perbuatannya kecuali oleh imam. Pendapat inilah yang lebih kuat alasannya, dan pembahasan di dalam kitab Raudhah dankitab lainnya sehubungan dengan masalah ini sudah jelas.

Fardu kifayah lainnya ialah kesediaan menjadi saksi bagi orang yang memnuhi syarat untuk menjadi saksi bila orang yang minta dipersaksikannya itu datang sendiri kepadanya, atau atas permintaannya karena dia mengalami uzur seperti uzur yang menghambatnya dari salat jumat.

Fardu kifayah pula menunaikan persaksian jika orang yang bersedia menunaikan kesaksiannya berjumlah lebih banyak daripada batas yang diwajibkan. Apabila jumlah saksi kurang dari batas yang diwajibkan, maka hukumnya fardu ‘ain baginya, dan bukan fardu kifayah lagi (demi tegaknya perkara yang hak).

Termasuk fardu kifayah ialah menghidupkan (menyemarakkan) Ka’bah melalui ibadah haji dan umrah setiap tahunnya.

Contoh fardu kifayah lainnya ialah seperti mengantarkan jenazah (ke tempat pemakamannya), menjawab salam yang bersifat sunat sebagai wakil dari sejumlah orang, baik dua orang atau lebih. Maka berkat jawaban dia gugurlah kewajiban orang lain dalam menajwab salam, sedangkan yang mendapat pahala hanya dia sendiri (pahalanya khusus bagi dia).

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts