Pengertian dan Hukum Muzara’ah (Bagi Hasil Sawah)

Muzara’ah ialah seorang pemilik lahan yang mempekerjakan orang lain untuk menggarap lahannya dengan ketentuan bahwa penggarap akan mendapat upah dengan bagian tertentu dari apa yang dihasilkan dari tanaman yang ditanamnya, sedangkan bibitnya dari pihak pemilik lahan.

Jika bibit berasal dari pihak pekerja, transaksinya dinamakan mukhabarah.

Kedua jenis transaksi di atas hukumnya batil karena ada larangan mengenainya. Akan tetapi, As-Subuki mempunyai pendapat yang sama dengan sejumlah ulama lainnya yang mengatakan bahwa muzara’ah dan mukhabarah boleh dilakukan.

Mereka menyatakan boleh, berdalilkan perbuatan yang dilakukan oleh Khalifah Umar r.a. dan para ulama penduduk Madinah.

Berdasarkan pandangan yang dianggap kuat (yakni yang mengatakan batil), seandainya dilakukan terhadap lahan transaksi muzara’ah saja, pihak pemilik tanah lah yang memiliki hasilnya, dan dia dikenakan beban membayar upah jasa kepada pekerja yang telah menggarap dan juga buat hewan dan peralatan yang digunakannya.

Jika lahan disewakan hanya dengan mukhabarah, maka hasil buminya milik pekerja, sedangkan pemilik lahan hanya memperoleh upah sewa lahan.

Cara perhitungan agar hasil bumi dibagi di antara mereka berdua tanpa ada ongkos sewa ialah, hendaknya pihak penggarap menyewa separo lahan dengan pembayaran separo bibit, separo pekerjaan, dan dengan separo manfaat peralatannya; atau dengan pembayaran separo bibit saja, sedangkan pekerjaan dan manfaat peralatannya dilakukan secara sukarela, jika bibit berasal dari penggarap lahan.

Apabila bibitnya dari pemilik lahan, hendaknya pemilik lahan menyewa penggarap lahan dengan pembayaran separo bibit yang diperlukan, sedangkan separo bibit lainnya ditanam oleh pihak penggarap pada separo lahan yang tersisa, dan yang separo itu dipinjamkan dari pemilik lahan kepada penggarap lahan.

Scroll to Top