Ilaahii annakh tilaafa tadbiirika sur’ata huluuli maqaadiirika man’an ‘ibaadakal ‘aarifiina bika ‘anissyukuuti ‘ilaa ‘athaa in walya’si minka fii balaain.
Ya Allah, sebenar-benarnya dari rubah-rubahnya aturan-Mu dan datangnya takdir-Mu. Maka dua-duanya ini nahan ke ‘abdi-Mu yang ma’rifat dengan merasa tenang terhadap pemberian-Mu, dan menahan putus asa dari-Mu disebabkan datangnya musibah.
Artinya ahli ma’rifat tidak merasa tenang dengan adanya pemberian dari Allah swt, sebab yang diberikan di alam dunia akan hilang dan tidak akan langgeng.
Begitu juga dengan adanya musibah, walau bagaimanapun sakitnya ahli ma’rifat tidak pernah putus asa dari rahmatnya Allah, sebab akan diganti kembali dengan kenikmatan oleh Allah. Maksudnya ahli ma’rifat menyamakan antara kesulitan dan kemudahan itu seperti adanya siang dan malam. Maka ketika waktu siang tidak tenang-tenang, karena akan menghadapi malam, dan ketika malam tidak terlalu pusing karena sebentar lagi akan siang.