Keterangan dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda: “Siapa saja orang yang terbukti di pagi-pagi melaporkan kepada temannya tentang kesulitan kehidupan, maka itu seolah-olah sudah menceritakan kepada Allah swt. Dan laporan itu atau menceritakan kehidupan yang sulit tidak pantas, kecuali hanya kepada Allah. Sebab laporan kepada Allah seolah-olah berdoa ingin dijadikan kaya (ditenteramkan hati).
Maka menceritakan kehidupan yang sulit kepada sesama manusia, itu adalah sebagian dari ciri tidak ridha terhadap ketentuan Allah.
Doa Nabi Musa as.
Seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apakah kalian semua menginginkan diberi tahu kalimah (bacaan-bacaan), yang dengan kalimah tersebut Nabi Musa as melewati lautan bersama kaum Bani Israil. Maka aku berkata (para sahabat), ‘benar, ya Rasulullah kami ingin tahu’, lalu Nabi saw berkata:’olehmu ucapkan Allaahumma lakal hamdu wa ilaikal mustakaa wa antal musta’aanu walaa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiimi, artinya Ya Allah, segala puji adalah milik Engkau, dan hanya kepada-Mu kembali perkara yang dilaporkan, dan Engkau adalah dzat yang dimintai pertolongan, serta tidak ada daya dari menjauhi ma’siyat, dan tidak ada kekuatan dalam melakukan tho’at, kecuali dengan pertolongan Engkau yang Maha Mulia dan Maha Agung.”
Imam A’masy berkata bahwa beliau tidak meninggalkan bacaan tersebut semenjak mendengar dari temannya, dari Bani Asad negara Kufah.
Imamul A’masy juga berkata: “Sudah datang kepadaku orang yang datang dalam mimpi. Berkatalah yang datang tersebut,’Hai Sulaiman harus menambahi kamu dalam kalimah-kalimah dengan lafadh wa nasta’iinuka ‘alaa fasaadin fiinaa wanas aluka shalaaha amrinaa kullihi, yang artinya dan meminta tolong kepada Allah untuk menjaga kerusakan yang ada di diriku semua. Dan meminta aku semua terhadap keberesan urusan aku semuanya.”
Dan siapa saja orang yang terbukti pagi-pagi merasa prihatin dengan urusan dunia, maka yakin orang tersebut pada pagi itu sudah tidak suka kepada Allah. Artinya adalah ketika merasa prihatin tentang urusan dunia berarti sudah marah kepada Allah, sebab tidak ridha terhada qadha nya Allah, dan tidak sabar terhadap cobaan dari Allah, serta tidak iman terhadap qadar nya Allah. Karena tiap-tiap perkara yang bukti di dunia, maka itu adalah dengan qadha dan qadarnya Allah swt.
Tidak Boleh Mengagungkan Orang Karena Hartanya, Tetapi Harus Karena Ilmu dan Keshalihannya
Siapa saja orang yang merendahkan diri kepada orang kaya (mengiba-iba) karena kekayaannya, maka dia sudah hilang dua pertiga agamanya. Artinya karena sebenar-benarnya syari’at atau peraturan Allah itu mengharuskan mengagungkan sesama manusia disebabkan oleh keshalihannya dan karena ilmunya, tidak boleh mengagungkan disebabkan hartanya. Sebab harta dunia itu adalah barang hina. Maka orang yang memuliakan harta sering menghinakan ilmu dan keshalihan.
Sayyid ‘Abdul Qadir Jailani berkata: “Tidak boleh tidak, maksudnya harus bagi tiap-tiap mu’min dalam semua tingkahnya dari tiga perkara. Yang pertama nurut terhadap perintah, menjauhi larangan, dan yang ketiga ridha terhadap takdir Allah.”
Tingkah mu’min yang paling sedikit yaitu jangan kosong dari macam-macam tingkah salah satu yang diatas (yang tiga). Maka seharusnya bagi orang mu’min harus bercita-cita (melakukan) tingkah yang tiga dengan hatinya, dan harus punya itikad (niat) terhadap perkara yang tiga itu dengan nafsunya. Dan melaksanakan dengan jiwa raganya perkara yang tiga itu dalam semua tingkahnya.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar