Ilaahii anna raja ii laa yanqathi’u ‘anka wa in’ashaituka kamaa anna khaufi laa yuzaa yilunii wa in atha’tuka.
Ya Allah, sebenarnya pengharapanku dari-Mu tidak putus-putus, walaupun aku bermaksiyat kepada-Mu. Seperti sebenarnya ketakutan aku tidak putus-putus, walaupun aku tho’at kepada-Mu.
Dari doa atau munajat diatas menjelaskan tentang matangnya roja’ dan khoufnya ‘aarifiin. Roja’nya tidak berkurang disebabkan maksiyat, dan khoufnya ahli ma’rifat itu tidak putus-putus disebabkan tho’at.
Ahli ma’rifat yang hatinya banyak dipakai untuk memperhatikan takdir, tidak semata-mata terjadi maksiyat kecuali dengan ketentuan Allah, maka roja’ nya itu tetap. Sedangkan ghalib-ghalibnya manusia (biasanya) sering berpatokan (bersandar) terhadap amal, maka ketika berbuat dosa sering putus asa dikarenakan takutnya.
Ahli ma’rifat juga rasa takutnya kepada Allah tidak berkurang, walaupun dalam tho’at kepada-Nya. Malahan ketika sedang tho’at rasa takutnya lebih besar, sebab takut kedatangan perasaan ‘ujub yang lebih membahayakan.
Ilaahii qad da fa’atnil ‘awalimu ilaika waqad auqafanii ‘ilmii bikaramatika ‘alaika.
Jalannya ma’rifat kepada Allah swt itu terdorong oleh macam-macam ‘aaliim yang aneh, serta mengandung hikmah yang mendorong terhadap adanya ma’rifat kepada kekuasaan Allah swt. dan karena mengetahui akan kemurahan Allah swt, maka harus terus-terusan menghadap Allah swt, mengharapkan rahmat-Nya.
Dimana-mana melihat alam yang indah, maka mata hatinya langsung melihat kepada pencipta-Nya. Dan ketika melihat alam rubah dan rusak dan tidak bisa diharapkan, maka seolah-olah seluruh alam berkata seperti ini: “Dariku tidak ada yang bisa diharapkan kecuali dari Allah.”