Istibra untuk budak perempuan yang mempunyai quru’ ialah sekali haid secara sempurna. Untuk itu, melakukan istibra tidak cukup hanya dalam waktu yang masih tersisa dari masa haid di saat istibra diwajibkan atas dirinya.
Seandainya pemilik budak menggauli budak perempuannya di masa haid, lalu si budak perempuan mengandung, jika persetubuhan itu dilakukan sebelum masa minimal haid berlalu, maka terputuslah istibra-nya, dan haram menyetubuhinya terus berlangsung hingga sampai masa melahirkan. Perihalnya sama seandainya budak perempuan tersebut hamil dari hasil persetubuhan tuannya di saat dia sedang suci (tidak haid).
Apabila si budak perempuan hamil sesudah masa minimal haid berlalu, maka cukuplah istibra dengan berlalunya masa haid yang maksimal baginya sebelum dia hamil.
Sedangkan bagi budak perempuan yang hitungan iddahnya berdasarkan bulanan, karena dia masih kecil atau tidak pernah haid, maka masa istibra-nya adalah satu bulan.
Bagi budak perempuan hamil yang iddahnya bukan berdasarkan melahirkan kandungan, yaitu kandungan yang dihasilkan dari perbuatan zina; atau tawanan wanita yang dalam keadaan hamil; atau budak perempuan yang hamil oleh tuannya, sedangkan hak pemiliknya telah lepas, baik dia mustauladah ataupun bukan, masa istibra baru habis bila telah melahirkan kandungannya.
Demikianlah uraian dari kami, semoga penjelasan kami di atas memberikan manfaat bagi kita semua baik di dunia maupun di akhirat.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani