Allah swt tidak mengharapkan imbalan dari pertolongan yang diberikan-Nya kepada manusia, jadi Dia tidak mengharapkan apa-apa dari kita. Yaitu seperti memasukkannya Allah kita ke surga, pada hakikatnya itu bukan karena baiknya atau takwanya kita. Sebab ketentuan Allah bahwa kita akan masuk ke surga sudah dari dahulu, tegasnya sudah diketahui oleh sifat ilmu-Nya, dan sudah ditentukan oleh sifat iradat-Nya serta tercatat di lauh mahfudh.
Dengan adanya pertolongan yang sudah ditentukan, maka dalam hakikatnya kita masuk ke surga itu bukan disebabkan takwa (bukan adanya kebaikan yang diharapkan Allah). Tapi itu semata-mata Allah membuat (memberikan) karunia. Sebab kalau tidak demikian, kan ketika Allah menentukan akan memberikan pertolongan kita belum ada. Maksudnya belum ada ikhlasnya amal dan wujudnya ahwal.
Maka yang bukti pada zaman dahulu ketika penentuan akan memberi pertolongan, yaitu karunia Allah yang pasti (tulen) dan pemberiannya yang pasti.
Pada hakikatnya pemberian Allah bukan disebabkan datangnya kebaikan dari manusia. Oleh karena itu kita harus menjauhi sifat ‘ujub dan takabur, karena merasa diri bisa beramal dan berbuat kebaikan. Tapi dalam rangka menghasilkan segala pertolongan dari Allah, syariat dan jalannya bisa dihasilkan dengan jalan kebaikan kepada Allah, yaitu dengan takwa.
Sehingga Allah berfirman: “man jaa a bilhasanati falahu ‘asru amtsalihaa”, orang yang melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah, akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Atau firman-Nya: “lilladziina aamanuu wa’amilusshaalihaati lahum jannatun”, orang yang beriman dan beramal shalih, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga..
Bagi kita yang memegang syariat, apabila ingin masuk ke surga harus beriman dan beramal shalih, nantinya oleh Allah akan dimasukkan ke dalam surga. Tetapi kita tidak boleh ‘ujub dan takabur bila bisa beramal shalih, sebab pada hakikatnya masuk ke surga itu karena fadhal nya Allah swt. Ketentuan Allah bahwa kita akan masuk surga sudah ditentukan dari dulu. Kita juga jangan merasa diri sudah baik kepada Allah dan menganggap Allah butuh terhadap kebaikan kita, sebab Allah membuat kebaikannya tidak mengharapkan imbalan atau balasan dari kita. Karena ketika Allah menentukan akan membuat kebaikan, kitanya juga belum ada.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keseratus enam puluh empat