Dalam kitab Al Ma’alim, diceritakan oleh Al Baghawi bahwa dahulu kala pada masa Bani Israil ada seorang yang shalih mempunyai anak kecil, dan mempunyai seekor anak sapi, dan dibawanya ke hutan lalu berdoa, “Wahai Tuhanku, aku titipkan lembu ini kepada-Mu untuk anakku hingga anakku nanti besar.”
Tidak lama kemudian orang shalih itu meninggal dunia, sementara lembunya tetap hidup di tengah hutan dengan bebas tanpa ada yang menggembalakan. Bahkan ia selalu ari jika melihat orang (seakan-akan liar). Ketika anaknya beranjak dewasa, ternyata ia sangat berbakti kepada ibunya. Ia selalu membagi waktu malamnya menjadi 3 bagian: sepertiga malam untuk mengerjakan shalat, sepertiga untuk tidur dan sepertiganya lagi untuk menjaga ibunya.
Jika pagi telah tiba, ia selalu berangkat ke hutan untuk mencari kayu, dan dibawa dengan punggungnya lalu dijual di pasar. Kemudian jika telah laku dan mendapatkan uang, ia juga membaginya menjadi 3 bagian, sepertiga untuk disedekahkan, sepertiga untuk makan, dan sepertiganya untuk diberikan kepada ibunya.
Pada suatu hari ibunya berkata, “Sesungguhnya ayahmu telah meninggalkan warisan untukmu berupa sapi betina yang dititipkan kepada Allah di hutan ini. Oleh sebab itu cepatlah pergi kesana dan berdoalah kepada tuhan Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Ya’qub, semoga mengembalikan lembu itu kepadamu. Tanda-tandanya sapi itu berwarna kuning berkilauan kulitnya bagaikan emas, terutama jika terkena sinar matahari.”
Maka pergilah pemuda itu ke hutan, lalu melihat sapi itu sedang makan rumput, lalu berdoa dan berkata, “Aku memanggilmu dengan nama Tuhan Ibrahim, Ismail, Ishak, dan Ya’qub, hendaklah kmu cepat kemari.”
Lalu sapi itu datang menghampirinya, sehingga berdiri tegak di hadapannya, lalu dipegang lehernya dan dituntun pulang. Tiba-tiba sapi itu berkata, “Wahai pemuda yang taat kepada ibunya, naiklah di atas punggungku untuk meringankan kamu.”
Pemuda itu menjawab, “Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkan aku untuk naik di atas punggungmu, tetapi ibuku hanya berkata, ‘peganglah lehernya.’
Sapi itu berkata lagi, “Dengan nama Tuhan Bani Israil, jika kamu naik di atas punggungku kamu tidak dapat menguasaiku lagi untuk selamanya. Oleh sebab itu pergilah bersama kami, seandainya kamu mau memerintahkan gunung untuk pergi bersamamu, maka gunung itu akan ikut bersamamu lantaran taat dan baktimu kepada ibumu.”
Lalu pemuda itu membawa sapinya hingga sampai di Lalu pemuda itu membawa sapinya hingga sampai di hadapan ibunya, lalu ibunya berkata, “Sesungguhnya engkau ini orang fakir, kamu mungkin merasa lelah mencari kayu di hutan pada siang hari dan harus bangun malam untuk mengerjakan salat. Oleh sebab itu, pergilah ke pasar dan juallah sapi ini.”
Pemuda itu bertanya, “Dengan harga berapa aku harus menjualnya?” Ibunya menjawab, “Juallah dengan harga tiga dinar dan kamu jangan sampai menjualnya kecuali setelah bermusyawarahah denganku.”
Memang harga sapi pada waktu itu 3 dinar, lalu pemuda itu pergi ke pasar. Lalu Allah mengutus malaikat untuk melihat makhluk-Nya yang taat itu di samping untuk menguji ketaatan dan kebaktiannya kepada ibunya, dan juga untuk memperlihatkan kebesaran-Nya kepada para makhluk-Nya.
Maka datanglah malaikat seraya berkata, “Dengan harga berapa kamu menjual sapi ini?” jawabnya, “Dengan harga 3 dinar, tapi aku masih perlu untuk bermusyawarah dengan ibuku terlebih dahulu.”
Malaikat berkata lagi, “Aku akan membelinya dengan harga enam dinar, tapi kamu jangan sampai pergi memberitahu ibumu untuk minta pendapatnya.”
Pemuda itu menjawab dengan tegas, “Seandainya kamu memberiku emas seberat sapi ini sekalipun, aku tidak akan memberikan kepadamu kecuali aku bermusyawarah terlebih dahulu dengan ibuku.”
Pemuda itu lalu pergi kepada ibunya dan memberitahukan tentang penawaran harga sapi tersebut. maka ibunya berkata, “Nah, sekarang juallah dengan harga 6 dinar dengan syarat kamu jngan sampai menjual sapi itu, kecuali setelah bermusyawarah denganku lagi sehingga engkau mendapat keridhaanku.”
Maka pemuda itu berangkat ke pasar, lalu malaikat datang lagi dan berkata, “Bagaimana, apakah kamu sudah bermusyawarah dengan ibumu?” Jawabnya, “Aku tidak boleh menjualnya kecuali dengan harga enam dinar, tapi aku harus kembali lagi untuk bermusyawarah dengan ibuku terlebih dahulu.”
Malaikat berkata lagi, “Sekarang akan saya bayar 12 dinar dengan syarat kamu jangan minta pendapat ibumu lagi.”
Tetapi pemuda itu tetap enggn menjualnya dan memberitahukan kepada ibunya tentang penawaran yang terakhir ini. Ibunya berkata, “Sesungguhnya orang yang datang kepadamu itu dalah malaikat yang diutus oleh Allah kepadamu dengan rupa manusia, maka katakan kepadanya, ‘apakah sapi ini boleh dijual atau tidak?’
Pemuda itu mengikuti nasihat ibunya, lalu malaikat berkata, “Jangan jual dulu sapi ini, karena nanti Nabi Musa bin Imran akan membelinya untuk salah seorang Bani Israil yang mati terbunuh. Oleh sebab itu, janganlah dijual terlebih dahulu kecuali dengan harga emas seberat sapi ini.”
Akhirnya pemuda itu tidak menjual sapinya. Lalu Allah mentakdirkan kepada Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi, dimana mereka minta bagaimana sifat sapi yang telah diperintahkan oleh Allah untuk menyembelihnya, sehingga Allah memerintahkan mereka agar menyembelih sapi dengan sifat sama persis dengan sapi milik pemuda itu.
Akhirnya mereka membeli sapi itu dengan harga seberat badannya dengan uang dinar.
Karunia dan rahmat Allah yang telah diberikan kepada pemuda itu, tidak lain adalah karena taat dab baktinya kepada ibunya.