Memuji diri sendiri merupakan sebuah hal yang diperbolehkan, tetapi hal ini dimaksudkan untuk kemaslahatan, bukan untuk pamer dan riya.
Ada beberapa kisah yang menerangkan tentang hal ini, diantaranya akan dijelaskan di bawah ini.
Diriwayatkan di dalam kitab Shahihain melalui Sa’d ibnu Abu Waqqash r.a yang menceritakan bahwa ketika penduduk Kufah mengadukan tentang dirinya kepada khalifah Umar bin Khatthab r.a, mereka mengatakan bahwa ia tidak dapat melakukan salat dengan baik (karena kalau menjadi imam terlalu lama bacaan Al Qur’annya). Maka Sa’d berkata:
Demi Allah, sesungguhnya aku adalah seorang lelaki dari kalangan bangsa Arab yang mula-mula melempar panah di jalan Allah (menggunakan senjata anak panah dalam jihad), dan sesungguhnya aku selalu berperang bersama Rasulullah saw….. hingga akhir hadis.
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Ali karamallaahu wajhah yang mengatakan:
Demi Tuhan yang telah membelah biji-bijian dan menciptakan manusia, sesungguhnya sudah merupakan janji Nabi saw kepadaku bahwa tiada yang mencintaiku kecuali orang mukmin, dan tiada yang membenciku kecuali orang munafik.
Diriwayatkan di dalam kitab Shahihain melalui Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah ibnu Mas’ud r.a. berkata dalam khotbahnya yang ditujukan kepada kami:
Demi Allah, sesungguhnya aku telah menerima 70 surat lebih dari mulut Rasulullah saw. Dan sesungguhnya para sahabat Rasulullah saw telah mengetahui bahwa aku termasuk orang yang paling alim tentang kitabullah di antara mereka, tetapi aku bukan termasuk yang paling baik dari mereka. Seandainya aku mengetahui ada seseorang yang lebih alim daripadaku, niscaya aku akan berangkat menuju kepadanya (untuk belajar).
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui Ibnu Abbas r.a:
Bahwa ia pernah ditanya mengenai unta dila dihentikan karena kelelahan. Maka ia menjawab, “Engkau telah bertanya kepada ahlinya,” yang dimaksud adalah dirinya, lalu ia melanjutkan hingga akhir hadis.