Seorang wali disunahkan melakukan khotbah yang mendahului akad nikah. Khotbah nikah hendaknya dilakukan sebelum ijab.
Tidak disunatkan khotbah lain dari pihak pelamar (suami) sebelum ia melakukan kabul, menurut pendapat yang dinilai sahih. Bahkan disunatkan meninggalkannya agar terhindar dari perselisihan dengan orang yang menganggapnya batal. Demikianlah penjelasan yang dikemukakan oleh Imam Zakaria. Aka tetapi, menurut yang tertera dalam kitab Ar-Raudhah pada prinspinya khotbah ini disunatkan.
Disunatkan pula melakukan khotbah sebelum lamaran dilakukan, juga sebelum ijabah (penerimaan dari pihak istri).
Untuk itu, masing-masing khatib (baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan) memulai khotbahnya dengan membaca pujian dan sanjungan kepada Allah swt, kemudian membaca salawat dan salam untuk Rasulullah saw, dan berpesan untuk takwa. Kemudian di saat memasuki inti lamaran, khatib (pihak laki-laki) mengatakan, “Aku datang kepada kalian karena berminat terhadap wanita atau gadis kalian.” Jika dia sebagai wakil, hendaklah dia mengatakan, “Kami sebagai wakil datang kepada kalian,” atau “Aku datang kepada kalian sebagai wakil darinya untuk melamar wanita kalian.”
Hendaknya pihak wali atau wakilnya mengucapkan khotbah pendahuluan yang sama, kemudian mengatakan, “Aku bukanlah orang yang membencimu (yakni menerima lamaranmu).”
Sebelum akad nikah dilaksanakan, seorang wali disunatkan mengucapkan, “Aku nikahkan kamu sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt, yaitu memelihara dengan cara yang makruf atau melepaskan dengan cara yang baik.”
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani