Kesaksian masalah-masalah yang kebanyakan hanya diketahui oleh kaum wanita, seperti melahirkan, haid, keperawanan, tidak perawan, persusuan (radha’), cacat seorang wanita yang ada di balik pakaiannya, diperlukan saksi empat orang wanita, atau dua orang laki-laki, atau seorang laki-laki dan dua orang wanita.
Ketentuan ini berdasarkan kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah, dari Az Zuhri, bahwa sunnah Nabi saw telah menetapkan bolehnya kesaksian wanita dalam masalah-masalah yang hanya dirasakan oleh mereka sendiri, seperti melahirkan dan cacat yang ada pada kaum wanita.
Dikiaskan dengan masalah di atas yaitu hal-hal lain yang tidak dapat dibuktikan minimal dengan kesaksian seorang laki-laki dan sumpah.
Sebagian ulama mazhab Syafii yang ditanya mengenai masalah “apabila dua orang laki-laki mempersaksikan bahwa si Fulan telah berusia enam belas tahun, lalu ada empat orang wanita mempersaksikan bahwa si Fulanah yang yatim lahir dalam bulan yang sama dengannya, atau sebulan sesudah atau sebelumnya, sebagai misal. Pertanyaan yang dimaksud, apakah si Fulananah boleh dikawinkan hanya karena mengandalkan kesaksian mereka atau tidak boleh kecuali jika status balig si Fulanah terbukti melalui kesaksian dua orang laki-laki?”
Maka jawabannya, “Semoga Allah swt memberikan manfaat kepada kami dengan jawaban ini. Memang benar secara maknawi dapat ditetapkan status kebaligan seseorang yang dipersaksikan oleh mereka kelahirannya. Status nasab pun dapat ditetapkan secara maknawi dengan kesaksian empat orang wanita yang mengetahui kelahirannya. Untuk itu, Fulanah yang yatim itu dapat dinkahkan dengan seizinnya, karena dirinya telah dianggap balig menurut hukum syara.”
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani