Keterangan yang diterima dari Sayyidina Umar Radiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, “Tidak semata-mata aku diberi musibah, kecuali bukti kepunyaan Allah diriku. Dan dalam musibah itu ada empat macam kenikmatan.
Kenikmatan yang pertama adalah karena tidak buktinya musibah itu di dalam agamaku. Karena sebenar-benarnya cobaan atau musibah dalam agama lebih besar daripada cobaan (musibah) yang menimpa badan atau harta.
Yang kedua adalah terbukti bahwa musibah atau cobaan itu tidak lebih besar daripada musibah yang sudah menimpa diriku.
Yang ketiga karena tidak terbukti bahwa musibah (cobaan) itu menghalangi keridhaan Allah.
Yang keempat adalah karena aku mengharapkan ganjaran (pahala) dari musibah tersebut.”
Sayyidina Umar adalah sahabat Rasulullah yang terkenal berani dan merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy pada masanya (sebelum beliau masuk islam). Ketika beliau menjadi muallaf, masyarakat Mekkah menjadi geger. Keislamannya memberikan dampak besar dan membawa manfaat bagi kejayaan islam.
Beliau memaknai musibah atau cobaan yang menimpa dirinya tidak dari sisi negatifnya, tetapi beliau melihat dari sisi positif atau manfaat dengan adanya musibah tersebut.
Beliau berpendapat bahwa musibah atau cobaan dalam perkara harta atau badan itu tidak sebesar cobaan dalam bidang agama. Karena cobaan dalam bidang agama itu akan memberikan dampak besar dan membawa efek paralel (efek domino) terhadap perkara yang lainnya.
Musibah atau cobaan itu tidak akan bisa menghalangi keridhaan Allah, oleh karena itu ketika seseorang mendapatkan musibah atau cobaan hendaknya dia bersabar, serta tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah dan mengharapkan ganjaran dari musibah tersebut.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar