Sesungguhnya orang yang mengawinkan kadi atau anak perwaliannya, bila dia hendak mengawini wanita yang tidak mempunyai wali, hanyalah kadi lain yang berada dalam wewenangnya, jika wanita yang dimaksud berada dalam daerah wewenangnya. Atau yang mengawinkan kadi atau anak perwaliannya adalah wakil kadi sendiri.
Kemudian jika tidak ada seorang wali pun dari kalangan orang-orang yang telah disebut di atas, maka yang mengawinkan adalah orang yang merdeka yang diangkat sebagai hakim (muhakkam) lagi adil, dia diangkat oleh kedua belah pihak yang bersangkutan untuk mengurus perkawinan mereka, sekalipun wali hakim tersebut bukan mujtahid jika di tempat mereka tidak terdapat kadi sekalipun yang bukan ahlinya. Akan tetapi, jika di tempat mereka terdapat seorang kadi yang bukan ahlinya, maka disyaratkan bagi wali hakim yang diangkat, hendaknya dia seorang mujtahid.
Wanita boleh mengangkat seorang yang adil untuk menjadi walinya
Memang dibenarkan jika hkim tidak mau menikahkan kecuali dengan diberi dirham (uang), sepetrti yang terjadi di masa sekarang. Untuk jalan keluarnya pihak mempelai wanita boleh mengangkat seorang yang adil sebagai walinya tanpa memandang keberadaan hakim, sekalipun kita percaya bahwa dia tidak dapat dipecat karena perbuatannya itu, mengingat orang yang mengangkatnya mengetahui hal tersebut di saat pengangkatannya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani