Para ulama bersepakat untuk memperbolehkan zikir dengan hati dan lisan bagi orang yang berhadast, berjinabah, wanita haid dan nifas. Ketentuan ini berlaku dalam zikir yang berupa tasbih, tahmid, tahlil, takbir, membaca shalawat untuk Rasulullah saw, doa, dan lain sebagainya.
Membaca Al Qur’an diharamkan bagi orang yang berjinabah, wanita yang sedang haid dan nifas, baik yang dibacanya itu sedikit maupun banyak, bahkan membaca sebagian ayat pun diharamkan. Tetapi mereka diperbolehkan membaca Al Qur’an dalam hati, sebagaimana diperbolehkan pula melihat mushaf seraya membacanya dalam hati.
Orang yang mempunyai jinabah dan wanita yang sedang haid, ketika tertimpa musibah diperbolehkan mengucapkan kalimat Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, sesunguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. (al Baqarah ayat 156)
Ketika akan menaiki kendaraan, diperbolehkan mengucapkan kalimat ini, Subhaanalladzii sakharalanaa haadzaa wamaa kunnaa lahuu muqriniina, Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya. (Az Zukhruf ayat 13)
Boleh pula mengucapkan doa berikut, Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanatan wafil aakhirati hasanatan waqinaa ‘adzaa bannaari, Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. (al Baqarah ayat 201)
Tetapi semua itu dengan syarat, hendaknya ia tidak berniat membaca Al Qur’an, melainkan hanya sekedar berdoa dan berzikir.
Mereka pun mengucapkan kalimat, Dengan nama Allah dan segala puji bagi Allah, jika mereka tidak berniat membaca Al Qur’an, baik dengan niat zikir ataupun niat lainnya. Mereka tidak berdosa kecuali jika sengaja berniat membaca Al Qur’an.
Mereka diperbolehkan membaca ayat yang tilawahnya telah di mansukh, seperti firman berikut, “Laki-laki dan perempuan tua apabila keduanya melakukan zina, maka rajamlah keduanya oleh kalian.”
Apabila seseorang yang berjinabah atau haid mengucapkan kalimat berikut kepada seseorang, “Ambillah al kitab itu dengan sungguh-sungguh.” (Maryam ayat 12)
Atau mengatakan kalimat berikut, “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.” (al Hijr ayat 46)
Atau kalimat-kalimat lain yang bersesuaian dengan ayat-ayat Al Qur’an, hukumnya tidak haram bila mereka tidak berniat membaca Al Qur’an.
Apabila tidak menemukan air, hendaklah mereka melakukan tayamum, lalu diperbolehkan membaca Al Qur’an. Jika sesudah itu ia berhadast, tidak diharamkan lagi baginya membaca Al Qur’an, masalahnya sama dengan orang yang mandi jinabah, lalu berhadast lagi.
Tidak berbeda dengan tayamum yang dilakukan karena tidak ada air di tempat tinggal atau dalam perjalanan, maka ia boleh membacaAl Qur’an sesudah melakukan tayamum, sekalipun sesudah tayamum ia berhadast.
Seandainya orang yang mempunyai jinabah berayamum, kemudian ia melihat air, maka ia harus menggunakan air itu dan diharamkan baginya membaca Al Qur’an dan hal-hal lain yang diharamkan bagi orang yang berjinabah sebelum ia mandi jinabah dengan air itu. Seandainya ia bertayamum, lalu shalat dan membaca Al Qur’an, kemudian ia hendak melakukan tayamum lagi karena hadast atau karena hendak melakukan shalat fardhu lainnya atau hal lainnya, maka tidak diharamkan baginya membaca Al Qur’an.