Bersalam dan Menerima Salam kafir Dzimmi
Tidak boleh memulai memberi salam kepada kaum kafir dzimmi. Tetapi ada juga yang mengatakan tidak haram, hanya makruh saja. Jika mereka mengucapkan salam kepada seorang muslim, sebagai jawaban mereka adalah ucapan wa’alaikum, tidak boleh lebih dari itu.
Al Qadhi Mawardi mengatakan bahwa diperbolehkan memulai salam kepada kaum kafir dzimmi, tetapi hendaknya orang yang bersalam membatasi ucapannya hanya dengan kalimat assalaamu ‘alaika, tanpa memakai bentuk jamak.
Al Mawardi menyebutkan juga pendapat lain yang mengatakan, “Dalam menjawab salam bilamana mereka memulainya dengan ucapan wa’alaikumus salaam, tetapi jangan warahmatullaahi.”
Akan tetapi, kedua pendapat tersebut menyendiri dan tidak dapat diterima.
Diriwayatkan didalam kitab Shahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi, jangan pula kepada orang-orang Nasrani. Apabila kalian bersua dengan seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah dia ke tempat yang paling sempit.
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim melalui Anas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah, “Wa’alaikum.”
Diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari melalui Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
Apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sesungguhnya yang dimaksud oleh seseorang dari mereka hanyalah, “Assaamu ‘alaika.” Maka jawablah, “Wa’alaika.”
Menurut Abu Sa’d Al Mutawalli, seandainya seseorang mengucapkan salam kepada seorang lelaki yang ia duga sebagai orang muslim, tetapi ternyata dia adalah orang kafir, maka disunatkan mencabut kembali ucapan salamnya itu dengan mengatakan kepadanya, “Aku cabut kembali salamku kepadamu.” Tujuan hal tersebut ialah untuk membuatnya terasing dan menampakkan kepadanya bahwa tidak ada keakraban antra dirinya dan dia.
Menurut suatu riwayat, Ibnu Umar r.a. pernah mengucapkan salam kepada seorang lelaki, lalu ada yang mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah orang Yahudi. Maka ia berkata, “Aku mencabut kembali salamku.”
Diriwayatkan di dalam kitab Muwaththa’ Imam Malik, bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenai seseorang yang mengucapkan salam kepada orang Yahudi atau orang Nasrani, apakah ia harus mencabutnya kembali? Menurut Imam Malik jawabannya adalah tidak. ini menurut pendapat mazhab beliau.
Abu Sa’d mengatakan bahwa seandainya seseorang hendak mengucapkan salam penghormatan kepada seorang kafir dzimmi, hendaknya ia melakukannya bukan dengan lafaz salam, misalnya ia mengatakan, “Semoga Allah memberimu petunjuk,” atau “Semoga Allah membuat nikmat di pagi harimu,” (selamat pagi).
Menurut kami, apa yang dikatakan Abu Sa’id tidak menjadi masalah bila diperlukan. Untuk itu hendaknya seseorang mengatakan, “Semoga pagi harimu baik,” atau “Semoga pagi harimu bahagia,” atau “Semoga pagi harimu sehat,” atau “semoga Allah menjadikan pagi harimu penuh dengan kegembiraan,” atau “Semoga penuh kebahagiaan dan nikmat,” atau “menyenangkan.”
Jika hal tersebut tidak diperlukan, menurut pendapat terpilih hendaknya seseorang tidak mengatakan apa-apa; jika iamengatakan hal tersebut, berarti membesarkan hatinya dan menampakkan simpati, sedangkan kita diperintahkan agar berlaku keras terhadap mereka dan dilarang berhubungan dengan intim. karena itu kita tidak boleh melakukan hal tersebut.