Jika pembelian yang diakuinya itu mempergunakan harta hasil qiradh, maka hasil pembelian tersebut menjadi harta qiradh pula, sekalipun ‘amil berniat membelinya untuk dirinya sendiri. Demikianlah menurut imam yang menetapkan pendapat ini di dalam Al Mathlab. Berdasarkan hipotesis ini bukti pemilik barang dapat didengar yang menyatakan bahwa ‘amil membelinya dari harta qiradh (modal pinjaman).
Dapat dibenarkan ucapan seorang ‘amil yang mengatakan, “Engkau belum pernah melarangku membeli barang ini,” karena pada asalnya tidak ada larangan.
Muwakkil dan ‘amil berselisih mengenai persentase keuntungan
Seandainya kedua belah pihak berselisih mengenai persentase keuntungan yang dipersyaratkan, apakah setengah atau sepertiga misalnya, maka keduanya saling disumpah. Sesudah transaksi qiradh dibubarkan ‘amil memperoleh upah yang pantas, sedangkan semua keuntungan menjadi pemilik barang.
Atau kedua belah pihak berselisih pendapat mengenai status pihak ‘amil, apakah sebagai wakil atau sebagai pengelola modal qiradh. Maka yang dibenarkan adalah pemilik modal melalui sumpahnya, kemudian dia tidak dibebani memberi upah kepada ‘amil.