Makruh melakukan shalat pada bangunan yang berada di tengah jalan, tetapi tidak makruh di lapangan terbuka. Demikian pula (makruh) di tempat pemungutan pajak dan di atas kuburan, kalau (kuburan itu) tidak nyata sudah digali. Makruh pula shalat menghadpa kuburan,di atasnya, ataupun di sampingnya, sebagaimana nash Imam Syafii r.a. dalam kitab al Um.
Haram shalat menghadap kuburan nabi atau wali dengan maksud tabarruk atau mengagungkannya. Sebagaimana sabda Nabi saw, “Allah mengutuk kaum yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabinya sebagai masjid.” (Riwayat Bukhari).
Syaikh Zainul Iraqi membahas bahwa tidak makruh shalat di masjid yang di sekelilingnya dipergunakan sebagai pekuburan orang, dan haram shalat di atas tanah yang di gasab.
Sah juga shalat tanpa memakai baju seperti sahnya memakai baju hasil gasaban. Yang demikian itu haram kalau keridhaan pemiliknya diragukan, lain halnya kalau disertai dugaan bahwa pemiliknya ridha dengan adanya tanda-tanda, maka tidak haram shalatnya.
Seandainya waktunya sempit, sedangkan dia masih berada di tanah yang di gasab, dianjurkan supaya bertakbiratul ihram sambil berjalan.
Adapun pendapat yang masyhur adalah orang itu tidak boleh shalat Syiddatul khauf (meskipun berada di tanah yang digasab), dan ia wajib meninggalkan shalat sampai keluar dari tanah gasaban itu. Seperti halnya boleh meninggalkan shalat untuk menyelamatkan hartanya yang dikhawatirkan diambil orang, bahkan cara semacam itu lebih baik.