Orang yang berkewajiban salat jumat, haram melakukan sejenis berdagang atau jual beli, misalnya sibuk dengan pekerjaannya setelah azan khotbah dimulai. Kalau terus berakad (jual beli dan yang lainnya), sah akadnya. Makruh berakad sebelum azan, sementara matahari sudah tergelincir.
Orang yang berkewajiban salat jumat sekalipun salat jumat itu tidak sah baginya (sebab tidak mustauthin dan sebagainya), haram bepergian yang dapat meluputkan salat jumat; misalnya ia memperkirakan tidak akan dapat mengejar salat jumat dalam perjalanannya atau di tempat tujuannya, walaupun bepergiannya itu untuk menepati sunat (seperti berziarah) atau menepati wajib (seperti mencari ilmu), dan ia berangkat sesudah terbit fajar hari jumat.
Kecuali bila takut mendapat kemudaratan kalau tidak pergi hari itu, misalnya tertinggal oleh teman, maka tidak haram, kalau kepergiannya itu bukan dengan tujuan maksiat, walaupun setelah matahari tergelincir (tetapi harus sebelum azan).
Makruh bepergian pada malam jumat, sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadis dengan riwayat sanad yang dhaif, “Barang siapa yang bepergian pada malam jumat, maka dua malaikatnya mendoakan kecelakaan baginya.”
Bepergian karena maksiat, tidak menggugurkan kewajiban salat jumat scara mutlak (dengan alasan apapun).
Sekiranya haram bepergian bagi seseorang dalam hal ini, tidak diberi keringanan baginya (misalnya salat qashar, jamak, dan yang lainnya), selama tidak luput darinya waktu salat jumat. Oleh karena itu, maka diperhitungkan permulaan bepergiannya dari waktu luputnya waktu salat jumat. (maksudnya: kalau luput salat jumat, maka diperhitungkan permulaan bepergiannya dari waktu itu, karena sejak itulah selesai penyebab maksiatnya).
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani