Hakim boleh mengawinkan budak milik orang kafir

Hakim boleh mengawinkan budak perempuan milik orang kafir yang telah masuk islam dengan seizin pemiliknya yang kafir itu.

Diperbolehkan pula bagi si hakim mengawinkan budak perempuan yang diwakafkan dengan seizin orang-orang yang menerimanya sebagai wakaf, tetapi dengan syarat jika jumlah mereka dapat dihitung. Jika jumlah mereka (orang-orang yang menerimanya sebagai wakaf) tidak terbatas, menurut pendapat yang kuat budak perempuan yang dimaksud tidak boleh dikawinkan.

Budak lelaki boleh kawin dengan izin tuannya

Seorang budak lelaki sekalipun berstatus mukatab tidak boleh kawin kecuali dengan seizin tuannya, sekalipun tuannya adalah seorang wanita, baik izinnya bersifat mutlak ataupun bersyarat, umpamanya harus kawin dengan wanita yang ditentukannya atau dengan wanita dari kabilah tertentu.

Untuk itu, budak lelaki yang bersangkutan boleh menikah dengan wanita yang telah disetujui oleh tuannya, dan janganlah dia menyimpang dari apa yang telah diizinkan oleh tuannya dalam perkawinannya itu, demi menjaga hak dia sebagai tuannya. Bila ternyata si budak menyimpang dari ketentuan izin tuannya, maka nikahnya tidak sah.

Seandainya seorang budak kawin tanpa seizin tuannya, nikahnya batal, dan keduanya harus dipisahkan. Lain halnya dengan Imam Malik yang berpendapat berbeda.

Jika dia terlanjur telah menyetubuhi istrinya, maka tidak ada kewajiban apa pun atas dirinya bila yang diperistrinya adalah wanita yang telah balig tidak dipaksa (atas kemauannya sendiri). Akan tetapi, jika wanita yang diperistrinya itu adalah wanita yang safihah (dungu) lagi masih kecil (belum balig), maka dia harus membayar mahar mitsil (kepadanya).

Seorang budak atau budak mukatab, sekalipun telah mendapat izin untuk berdagang, tidak diperbolehkan melakukan pergundikan, sekalipun dalam hal nikah ia diperbolehkan dengan seizin tuannya, mengingat orang yang diberi izin untuk melakukannya tidak dapat memiliki, dan bagi mukatab pemilikannya masih lemah (karena belum merdeka sepenuhnya)

Sehubungan dengan syarat adanya izin untuk kawin bagi seorang budak dari tuannya, telah disebutkan di dalam sebuah hadis:

Siapa pun budaknya melakukan perkawinan tanpa seizin dari tuannya, maka dia adalah pelacur.

Menurut riwayat Imam Abu Daud disebut:

Maka nikahnya batal.

Seandainya seorang budak laki-laki minta untuk dikawinkan, tidak diwajibkan bagi tuannya menuruti kehendaknya sekalipun dia berstatus sebagai budak mukatab.

Pengakuan merdekanya budak tidak bisa dibenarkan kecuali dengan bukti

Budak laki-laki atau budak perempuan tidak dapat dibenarkan pengakuan merdekanya kecuali dengan bukti yang dapat di anggap.

Tetapi pengakuan merdeka seseorang yang pada asalnya dia merdeka dapat dibenarkan melalui sumpahnya (untuk menyangkal tuduhan budak yang ditujukan kepadanya), selagi tidak didahului oleh pengakuan bahwa dia adalah seorang budak sebelum itu, atau status merdekanya tidak terbukti, mengingat pada asalnya dia merdeka.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top