Kita jangan meningggalkan dzikir (bacaan-bacaan yang mendekatkan kepada Allah) disebabkan tidak hadirnya hati kita kepada Allah di waktu dzikir.
Ghoflahnya kita sambil tidak dzikir kepada Allah itu lebih berat daripada ghoflahnya kita di wujudnya dzikir ke Allah. Semoga Allah menaikkan terhadap kita dari dzikir dengan wujud, tegasnya eling/ingat terhadap yang dibaca, ketika dzikir, serta wujud terhadap dzikir, serta hadirnya hati kepada Allah swt.
Penjelasan : disini akan dijelaskan lantaran macam-macam ‘amal yang baik dan ahwal gholib-gholibnya muncul dari dzikir ke Allah. Maka harus memperbanyak dzikir dan mengkencangkan hati kepada Allah.
Kalau kita dzikir tetapi kita ghoflah di waktu dzikirnya, maka tetap kita jangan meninggalkan dzikir, sebab dengan dzikir walaupun tadinya tidak terlalu eling/ingat apabila terus-terusan bakal nambahin elingnya (ingatnya), lalu naik ke hati, seterusnya bisa manteng (kenceng) dan lupa terhadap yang lainnya. Karena Allah kuasa untuk membersihkannya, jadi walaupun kita hanya bisa baca-bacaan sambil ghoflah, Ingsya Allah cepat atau lambat bakal sampai ke kencangnya (kuatnya) hati ke Allah. Nah cepat atau lambatnya ini ngitung-ngitung (tergantung) adab-adaban kita dan ‘ilmunya Allah.
Dzikir itu merupakan paling dekatnya eling/ingat ke Allah. Dzikir itu menjadi sebab turunnya kewalian. Siapa saja orang yang sudah me muwafaqoh an dzikir, maka dirinya sudah bergelar kewalian. Dzikir adalah pintu terbesar yang dipakai masuk oleh kita menuju ma’rifat kepada Allah. Maka kita harus menjadikan nafas-nafas kita dijaga oleh dzikir/
Menurut imam Abul Qosim al Qusyiiri dzikir itu ciri kewalian, jadi tangga nafas ke Allah, jadi kenyataan dari tujuan, serta menjadi ciri terhadap benarnya bidayah, jadi kebersihan nihayah, dan seluruh tingkah yang baik itu munculnya dari dzikir ke Allah.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (Hikmah keempat puluh delapan)