Tidak sengsara terhadap perkara ma’siyat yang dilakukan, itu merupakan sebagian dari ciri matinya hati.
Penjelasan : disini akan dijelaskan tentang matinya hati. Ciri-ciri orang yang hatinya mati ada tiga yaitu:
- Tidak merasa prihatin terhadap tidak bisa melaksanakan tho’at.
- Tidak sengsara (menyesal) terhadap kesalahan melaksanakan maksiyat.
- Bercampur dengan ahli ghoflah yang mati hati.
Disini dikemukakan 2 ciri diatas tersebut yaitu tidak merasa prihatin terhadap tidak bisa melaksanakan tho’at & tidak sengsara (menyesal) terhadap kesalahan melaksanakan maksiyat.
Yang menjadi sebab hidupnya hati ada 3 :
- Tapa dari dunia, tegesnya tidak terikat (melekatkan) hati ke dunia yang bisa menghalangi eling/ingat kepada Allah.
- Sibuk dengan dzikir kepada Allah.
- Bersahabat dengan orang-orang yang menjadi kekasih Allah.
Yang menyebabkan matinya hati ada 3 :
- Hubbud dunya
- Ghoflah dari dzikir kepada Allah.
- Sering melepas anggota badannya untuk melakukan ma’siyat kepada Allah.
Dengan tidak menyesal (sengsara) ketika melakukan ma’siyat itu merupakan ciri dari matinya hati, sebab ma’siyatnya seseorang kepada Allah adalah ciri bakal celaka. Seperti melakukan tho’at itu merupakan ciri akan bahagia.
Apabila manusia hatinya hidup dengan ma’rifat dan keimanan, dia harus takut terhadap perkara yang membuat celaka dan senang terhadap perkara yang menjadikan bahagia. Karena di dunia ini banyak sekali godaan yang bisa menjerumuskan kita kepada kecelakaan, maka kita harus sangat berhati-hati.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (Hikmah keempat puluh sembilan)