Apabila seseorang yang pernah dihukum potong tangan pada tangan kanan kembali melakukan pencurian untuk kedua kalinya, maka kaki kirinya dipotong mulai dari batas pergelangan telapak kaki dan betisnya.
Jika dia kembali mencuri lagi untuk ketiga kalinya, maka tangan kirinya lah yang dipotong dari batas pergelangan tangannya.
Jika dia kembali mencuri lagi untuk yang keempat kalinya, maka kaki kanannya dipotong. Kemudian jika dia masih juga mencuri, maka padanya dikenakan hukuman ta’zir, tidak dihukum mati.
Mengenai riwayat yang menceritakan bahwa Nabi saw pernah membunuh (orang yang mencuri untuk kelima kalinya) sebenarnya telah di mansukh. Sedangkan hukuman mati yang beliau saw jatuhkan mengandung takwil bahwa pelakunya menganggap bahwa perbuatannya itu halal.
Bahkan hadis ini dianggap dhaif oleh Imam Daruquthni dan lain-lainnya. Ibnu Abdul Bar mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar dan sama sekali tidak ada dasarnya.
Barang siapa yang telah berkali-kali mencuri tanpa terkena hukuman potong tangan, maka hukuman potong tangan yang dikenakan kepadanya hanya sekali saja (yaitu di saat ia tertangkap), menurut pendapat yang dapat dipegang. Untuk itu, sudah cukup baginya dengan dipotong tangan kanannya sebagai had dari semua pencurian yang telah dilakukannya, mengingat penyebabnya hanya satu, sehingga satu sama lainnya saling mengukuhkan.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani