Pencurian dapat dibuktikan melalui kesaksian dua orang laki-laki, sama halnya dengan semua tindak pidana selain perbuatan zina; juga melalui ikrar (pengakuan) dari si pencuri sendiri setelah adanya tuduhan yang dilancarkan terhadapnya.
Hendaknya baik persaksian ataupun pengakuan dikemukakan secara rinci. Umpamanya dijelaskan modus operandinya, jenis barang yang dicuri, nilai barang yang dicuri, tempat penyimpanan berikut penunjukan tempatnya.
Pencurian dapat dibuktikan pula, berbeda dengan pendapat yang dipegang oleh segolongan ulama, melalui sumpah yang dikembalikan oleh si tertuduh kepada orang yang menuduhnya, karena hal tersebut sama kedudukannya dengan pengakuan si tertuduh (hanya tidak secara langsung. Sebagi bukti ialah, dia takut disumpah).
Pencabutan pengakuan pencuri
Pencabutan kembali pengakuan seseorang yang mengaku dirinya telah mencuri dapat diterima jika dikaitkan dengan sanksi hukum potong tangan. Lain halnya jika dikaitkan dengan harta yang dicuri, naik bandingnya tidak dapat diterima, mengingat masalahnya menyangkut hak manusia (bukan hak Allah, kalau potong tangan menyangkut hak Allah).
Barang siapa yang mengaku melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan dia tertimpa hukuman Allah swt, misalnya perbuatan zina, mencuri, dan meminum khamr, sekalipun hal itu dilakukan sesudah ada tuduhan, maka kadi diperbolehkan menawarkan kepadanya agar mencabut kembali pengakuannya. Demikian yang termaktub di dalam kitab Ar Raudhah dan matannya. Tetapi di dalam syarah Kitab Muslim, Imam Nawawi menukil bahwa hal tersebut telah disepakati kesunnahannya, dan di dalam kitab Al Bahr dia pun meriwayatkan pula dari yang lainnya.
Permasalahan mereka mengkhususkan kadi sebagai orang yang boleh menawarkan pencabutan pengakuan adalah karena hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh orang lain.
Masalah yang para ulama ajukan masih mengandung interpretasi, karena adakalanya selain kadi justru lebih utama, mengingat ada larangan yang mencegah kadi menuntun pencabutan pengakuan.
Tawaran yang diajukan oleh kadi kepada si pengaku tindak kejahatan ialah agar si pengaku tindak kejahatan mencabut kembali pengakuannya atau menyangkal tuduhan yang dilancarkan terhadap dirinya.
Untuk itu, hendaknya kadi mengatakan kepadanya, “Barangkali kamu hanya saling beradu paha saja,” atau “Barangkali kamu mengambil bukan dari tempat penyimpanannya,” atau “Barangkali kamu tidak mengetahui minuman itu adalah khamr.”
Dikatakan demikian karena Nabi saw pernah memberikan tawaran serupa kepada Ma’iz, dan beliau pun pernah mengatakan kepada orang yang mengaku telah mencuri, “Aku tidak yakin kamu mencuri.”
Tidak termasuk ke dalam pengertian tawaran yaitu perintah secara terang-terangan, “Cabutlah kembali pengakuanmu,” atau “sangkalah dia.” Maka berdosalah dia karena berarti sama saja dengan menganjurkan dusta.
Akan tetapi, haram mengajukan ta’ridh (tawaran untuk mencabut pengakuan dengan ungkapan sindiran atau tidak terang-terangan) jika buktinya telah ada.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani