Allah swt terkadang memperlihatkan kepada kita tentang keghaiban alam malakutnya Allah. Dan Allah menutupi dari kita terhadap perkara asrar nya ‘abdi.
Orang-orang shaleh terkadang oleh Allah dibukakan hijabnya, sehingga bisa melihat terhadap keghaiban alam malakutnya Allah, maksudnya penglihatan batinnya jadi terbuka. Dan akhirnya bisa melihat perkara yang bisa ditemui oleh akal, tegasnya naiknya martabat dari alam asbah ke alam arwah (dari alam yang terlihat oleh hissi ke alam yang terlihatnya oleh mata hati), yang naiknya dari alam malak ke alam malakut. Maka segala yang terlihat oleh mata dijadikan bahan tafakkur akan wujudnya Allah. Serta penglihatan hatinya melihat macam-macam rahasia sifat Allah. Sambil oleh Allah ditutupi dari bisa melihat rahasianya ‘abdi, karena saking sayangnya Allah.
Jadi ghalib-ghalibnya (biasanya) orang yang dibukakan penglihatan hatinya, sehingga bisa melihat alam malakutnya Allah, hatinya banyak dipakai tafakkur, dan memperhatikan kekuasaan (kehendak) Allah. Biasanya sering ditutupi dari bisa melihat rahasianya ‘abdi, yaitu karena disibukkan oleh yang lebih untung dan lebih agung menurut Allah swt.
Sedangkan mukasyafah (terbukanya hati) sehingga bisa melihat asrar nya ‘abdi, tidak dianggap penting oleh ahli ma’rifat sebab dengan mengetahui rahasianya ‘abdi terkadang hinggap di orang yang belum memiliki sifat istiqamah, atau belum bisa berdiam di maqam tamkin. Misalnya orang-orang dari golongan dukun atau ahli sihir yang mengetahui rahasia ‘abdi. Sehingga ketika si dukun (tukang sihir) itu berhadapan dengan orang lain, dia mengetahui rahasia atau keinginan orang tersebut.
Memang menurut ahli ma’rifat terkadang kumpul di seseorang almukaasyafah walkasfu, maksudnya bisa melihat rahasianya ‘abdi sambil terbuka penglihatan hatinya. Sehingga bisa melihat ‘alam malakutnya Allah.
Diriwayatkan bahwa Abu Ya’za ra, yang merupakan seorang wali, dia bisa melihat rahasianya orang. Sehingga orang-orang yang buruk dan durhaka dibukakan keburukannya, yang mengakibatkan orang-orang menjadi malu. Kemudian gurunya beliau yaitu Abu Syu’aib Ayyub mengirimkan surat yang isinya menakut-nakuti Abu Ya’za agar tidak menceritakan keburukan orang lain, intinya jangan merusak rahasinya orang mu’min.
Lalu dijawab oleh Abu Ya’za “Sebenar-benarnya aku tahu rahasianya orang, sehingga aku tahu akan keaibannya. Bukan aku sengaja membukanya tetapi tiba-tiba diberi tahu, terus aku disuruh bicara dan mendengar, yaitu agar orang-orang bertaubat melalui fatwa dariku. Oleh karena itu aku tidak bisa mencegah dari menyebutkan aib orang lain.”
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keseratus lima puluh empat)