Melihatnya kita dengan dibarengi rasa ingin tetapnya selain dari Allah, itu jadi dalil (alasan) tentang tidak sampainya kita kepada Allah swt. Sebab kehilangan perkara selain dari Allah, itu juga menjadi dalil dari tidak sampainya kita kepada Allah swt.
Bila kita kedatangan waridatul ilahiyah, lalu kedatangan buahnya, tetapi kemudian menghilang. Maka kita tidak perlu terus-terusan mencari waridat tersebut, karena sebenar-benarnya waridat itu diberikan oleh Allah swt.
Kalau kita terus-terusan berbakti kepada Allah, serta mengharapkan segala yang diinginkan Allah swt, segala rupa juga ada. Apabila kita melihat hati terbawa oleh rasa ingin sekali waridat itu tetap selamanya, maka dengan adanya keinginan tetapnya waridat berarti kita belum wushul ke Allah. Begitu juga ketika kita merasa bimbang dan prihatin dengan hilangnya waridat, itu juga menunjukkan bahwa kita sebenarnya belum wushul ke Allah.
Sebab kalau orang sudah wushul ke Allah, itu sudah mencapai puncaknya bagian. Tidak tergoda oleh yang lainnya, jadi kalau masih tergoda oleh yang lainnya berarti belum wushul ke Allah.
Orang yang berbahagia karena sudah wushul ke Allah berkata: “lau kaanal jannatu kamaa najnu fiihi minan na’iimi lahu maaa fii na’iimin”, artinya kalau keadaan di surga seperti keadaan dirinya yang sedang wushul ke Allah, maka yakin surga itu nikmat.
Setiap orang pasti menginginkan kebaikan bagi dirinya, oleh karena itu kita harus melakukan segalanya adalah dengan ikhlas (karena Allah).
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah kedua ratus dua belas)