Tayamum merupakan thaharah, perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan sebagai pengganti wudhu. Tayamum dilakukan ketika tidak ada air. Ada 10 syarat tayamum, yaitu:
Tayamum dilakukan dengan tanah
Jadi tayamum tidak sah apabila tidak dilakukan dengan tanah, seperti batu yang dihaluskan, kapur dan lain sebagainya.
Diriwayatkan dari Khudaifah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Kami dilebihkan oleh Allah dari umat yang lain dalam tiga hal, yaitu barisan kami dijadikan-Nya seperti barisan para malaikat, seluruh bumi ini dijadikan-Nya sebagai mesjid, dan tanah sebagai alat bersuci bila kita tidak mendapatkan air.”
Tanah yang digunakan hendaknya tanah yang suci
Hal ini berdasarkan firman Allah, “Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik/bersih.”
Tanah untuk tayamum tidak boleh musta’mal
Yaitu tanah yang masih melekat atau sudah jatuh dari anggota tayamum.
Tanah tidak boleh bercampur dengan tepung
Tanah tidak boleh bercampur dengan tepung atau yang serupa dengan tepung, karena tanah tidak akan sampai pada kulit dengan merata. Karena terhalang oleh campuran lain, dengan demikian jelaslah bahwa tanah yang dipergunakan untuk tayamum haruslah tanah yang murni.
Menyapu anggota tayamum dengan tanah harus secara sengaja
Hal ini berdasarkan firman Allah, “Maka bertayamumlah dengan yang baik/bersih.”
Makna “bertayamumlah” adalah merupakan keharusan. Dengan demikian melaksanakan tayamum adalah karena melaksanakan perintah, sedangkan melaksanakan perintah itu harus dimaksud (disengaja). Jadi apabila seseorang tayamum tanpa menyengaja maka tayamumnya tidak sah.
Menyapu muka dan kedua belah tangan dengan tanah sebanyak 2 kali (pukulan)
Hal ini berdasarkan hadis”
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Tayamum itu dilakukan dua kali (pukulan), untuk muka dan tangan.”
Hadis Abu Dawud: sesungguhnya Rasulullah bertayamum dua kali (pukulan), satu pukulan untuk muka dan kedua (pukulan) untuk tangan sampai sikut.
Tayamum hendaknya dilaksanakan setelah menghilangkan najis
Sebab tayamum itu semata-mata membolehkan shalat (listibahati shalat) bukan untuk menghilangkan hadas seperti halnya wudhu, oleh karena itu maka tayamum tidak boleh dilakukan beserta adanya maani (yang menghalangi) yaitu najis.
Berijtihad ke arah kiblat
Tayamum dilakukan setelah masuknya waktu shalat
Berdsararkan firman Allah, “Apabila kamu hendak shalat maka basuhlah mukamu.”
Ayat ini mengandung perintah wudhu dan tayamum, wajibnya wudhu dan tayamum ialah apabila telah tiba waktu shalat. Tetapi ketentuan wajibnya wudhu setelah tiba waktu shalat, telah dinasakh dengan perilaku Nabi, karena beliau pernah berwudhu sebelum tiba waktu shalat, sedangkan ketentuan untuk tayamum masih tetap.
Tayamum dikerjakan satu kali untuk satu fardu
Diambil dari hadis Muslim:
Dari Buraidah, ia berkata bahwa pada mulanya Nabi berwudhu setiap kali hendak mengerjakan shalat, kemudian tatkala futuh beliau berwudhu dengan menyapu kedua sepatunya, dan shalat beberapa kali dengan satu kali wudhu, hingga Sayyidina Umar bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melaksanakan sesuatu yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya,” beliau menjawab, “Ya Umar, aku sengaja melakukannya.”
Riwayat Darul Quthni:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Diantara yang termasuk sunah ialah didirikan satu kali shalat kecuali dengan satu kali tayamum.”
Hadis Baihaqi:
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Hendaklah seseorang melakukan satu kali tayamum untuk satu kali shalat walau dia tidak berhadas.”