Hukum Bersyair Dalam Islam

Diriwayatkan di dalam musnad Abu Ya’la Al Maushulli dengan sanad yang hasan melalui Siti Aisyah yang menceritakan:

Rasulullah pernah ditanya mengenai syair, maka beliau menjawab, “Syair adalah suatu kalam yang kebaikannya sama dengan baiknya kalam, dan keburukannya sama dengan buruknya kalam (perkataan biasa).

Menurut ulama, makna yang dimaksud ialah syair itu sama dengan natsar (perkataan yang tidak bernazham), tetapi yang tercela ialah hanya memakai syair dan membatasi diri hanya dengannya. Hadis-hadis sahih menetapkan bahwa Rasulullah saw pernah mendengar syair dan pernah memerintahkan kepada Hassan ibnu Tsabit untuk menghina orang-orang kafir. Telah ditetapkan pula bahwa Nabi saw pernah bersabda:

Sesungguhnya diantara syair itu benar-benar terdapat hikmah.

juga telah ditetapkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

sesungguhnya memenuhi perut seseorang di antara kalian dengan muntahan lebih baik baginya daripada ia memenuhinya dengan syair.

Diantara perkataan yang dilarang ialah berkata jorok dan gemar mengucapkan kata-kata kotor. Makna jorok disini ialah mengungkapkan hal-hal yang jorok dan tabu dengan terang-terangan, sekalipun objek pembicaraan benar dan orang yang bersangkutan benar dalam kisahnya. Hal ini kebanyakan menyangkut kata-kata yang berkaitan dengan hubungan suami istri.

Untuk mengungkapkan hal tersebut dianjurkan memakai kata-kata sindiran (kinayah); sebaiknya ungkapan yang digunakan indah, tetapi dapat dimengerti. Hal inilah yang dikemukakan oleh Al Qur’an dan sunnah sahih.

Allah swt berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 187, “Dihalalkan bagi kalian pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kalian.”

An Nisa ayat 21, “Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergumul (bercampur) dengan yang lain.”

Al Baqarah ayat 237, “Jika kalian menceraikan istri-istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka.”

Memakai ungkapan kinayah (sindiran) untuk hal atau ungkapan yang tabu

Para ulama mengatakan bahwa dianjurkan memakai kata-kata kinayah dalam mengungkapkan hal yang dianggap tabu. Untuk itu, dipakai kata mencampuri untuk hubungan seks, juga dapat dipakai istilah menggauli dan menyetubuhi dan lain sebagainya.

Kata-kata kinayah dipakai juga untuk mengungkapkan kata buang air kecil, buang air besar, dan pergi ke kamar kecil, tidak boleh mengungkapkannya dengan kata-kata yang gamblang. Demikian pula halnya menyebutkan cacat tubuh, maka diungkapkan dengan kata-kata yang halus dan sopan.

Tetapi apabila keadaannya mendesak, dan dikhawatirkan orang lain tidak mengerti dengan ungkapan kinayah tersebut, maka boleh mengucapkannya secara gamblang (terus terang).

Diriwayatkan di dalam kitab Imam Turmudzi melalui Abdullah ibnu Mas’ud, yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan pelaknat, bukan orang yang gemar berkata jorok, bukan pula orang yang suka berkata kotor.

Diriwayatkan di dalam kitab Imam Turmudzi dan Ibnu Majah melalui Anas, yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

Tiada suatu kejorokan pun pada sesuatu melainkan membuatnya buruk, dan tiada suatu sikap malu pun pada sesuatu melainkan menjadikannya indah.

Scroll to Top