Seandainya seorang muslim mendoakan orang muslim lainnya dengan ucapan, “Ya Allah, cabutlah imannya,” berarti ia telah melakukan perbuatan maksiat. Tetapi apakah orang yang mendoakan itu menjadi kafir hanya karena doanya itu? Menurut pendapat mazhab Syafii, ada dua pendapat yang diceritakan oleh Al Qadhi Husain. Menurut pendapat paling sahih tidak kafir. Ia mengemukakan hujahnya dengan menceritakan perihal Nabi Musa dalam surat Yunus ayat 88, “Wahai Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga akhir hayat.”
Bagaimanakah bila seorang muslim dipaksa untuk mengucapkan kalimat kafir
Seandainya orang kafir memaksa orang muslim untuk mengucapkan kalimat kafir, lalu orang muslim mengucapkannya, sedangkan hatinya mantap dalam keimanan, maka ia tidak kafir. Tetapi apakah hal yang paling utama ia mengucapkannya demi menyelamatkan dirinya dari pembunuhan? Menurut pendapat mazhab Syafii, ada 5 pendapat mengenai masalah ini.
Pertama, ini merupakan pendapat paling sahih yang mengatakan bahwa hal yang paling utama hendaknya ia tetap teguh dan tidak mengucapkan kalimat kufur, sekalipun harus mati.
Kedua, yang paling utama ia mengucapkan kalimat kufur tersebut untuk menyelamatkan dirinya dari pembunuhan.
Ketiga, jika ia tetap hidup menjadi maslahat bagi kaum muslim. Misalnya dia dapat diharapkan untuk melakukan tipu musliha terhadap musuh, atau dapat ditugaskan untuk menegakkan hukum-hukum syara’, maka hal yang paling utama ialah mengucapkannya; dan jika keadaannya tidak demikian, maka bertahan, sekalipun harus mati terbunuh merupakan hal yang paling utama.
Keempat, jika ia termasuk ulama dan sejenisnya yang dijadikan panutan oleh orang banyak, bersikap teguh menghadapi pembunuhan merupakan hal paling utama, agar orang awam tidak terperdaya oleh sikapnya.
Kelima, ia diwajibkan mengucapkan kalimat itu karena berlandaskan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 195, “Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan.”
Tetapi pendapat ini sangat lemah.
Hukum memaksa orang kafir masuk islam
Seandainya orang muslim memaksa seorang kafir untuk masuk islam, lalu orang kafir itu mengucapkan dua kalimat syahadat; maka jika ia sebagai kafir harbi, islamnya sah, karena paksaan ini bersifat hak. Jika ia sebagai kafir dzimmi, ia tidak menjadi seorang muslim, karena kita telah ditetapkan untuk tidak mengganggunya; bila kita memaksanya, hal itu merupakan perbuatan tanpa hak. Dalam masalah ini ada pendapat yang lemah mengatakan bahwa kafir dzimmi yan gdipaksa itu menjadi muslim; karena hal ini berarti memerintahkannya kepada perkara yang hak.
Apabila seorang kafir mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa dipaksa, jika ucapannya itu merupakan cerita, umpamanya mengatakan, “Aku pernah mendengar Zaid mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.” keislamannya masih belum dianggap. Tetapi jika ia mengucapkan kedua kalimah itu setelah diseru oleh seorang muslim, umpamanya orang muslim mengatakan kepadanya, “Ucapkanlah, tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah,” lalu ia mengucapkannya, maka ia menjadi muslim. Jika ia mengucapkannya secara spontan, bukan cerita, bukan pula karena diseru, maka menurut pendapat yang sahih lagi terkenal dan menjadi pegangan para ulama, ia menjadi muslim. Tetapi menurut pendapat lain, ia tidak menjadi muslim karena perkataannya itu dapat diinterpretasikan sebagai cerita.