Ayat yang sunat dibacakan terhadap orang yang akan bersumpah

Disunatkan hendaknya dibacakan surat Ali Imran terhadap orang yang akan bersumpah, yaitu firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit” (Ali Imran ayat 77). Hendaknya diletakkan mush-haf Al Qur’an di atas pangkuannya.

Seandainya seseorang yang bersumpah hanya mengucapkan kalimat Wallaahi (demi Allah) dalam sumpahnya, itu sudah cukup.

Dalam masalah bersumpah, niat hakim yang menyumpah dimasukkan ke dalam pertimbangan. Maka dosa sumpah yang dusta tidak dapat tertolak hanya dengan ber-tauriyah, umpamanya memakai kata “kecuali” yang tidak didengar oleh hakim penyumpah, jika lawan perkaranya tidak berbuat aniaya terhadap diri tersumpah. Dengan kata lain,  jika lawan perkara tersumpah berlaku aniaya, maka tersumpah tidak berdosa. Demikianlah penelitian yang dilakukan oleh Al Bulqini.

Penggunaan ungkapan tauriyah

Orang yang dianiaya oleh lawan perkaranya dalam suatu kasus, umpamanya dia mendakwa terhadap orang yang kesulitan, lalu orang terdakwa yang dalam kesulitan itu mengatakan, “Engkau tidak mempunyai suatu hak pun pada diriku,” tetapi dengan niat bahwa dia masih belum dapat mengembalikan barang tersebut di waktu sekarang kepadanya. Dalam kasus seperti ini memakai ungkapan tauriyah dan yang mengandung interpretasi dapat bermanfaat, mengingat lawan perkaranya bertindak aniaya jika dia mengetahui bahwa dirinya sedang kesulitan, atau keliru karena belum mengetahui keadaannya yang sedang kesulitan.

Bersumpah tanpa diminta atau disumpah oleh selain hakim

Seandainya seseorang bersumpah tanpa diminta atau dia disumpah oleh selain hakim, maka niat tersumpah dapat dianggap, dan ungkapan tayriyah dapat dipakai sekalipun hukumnya haram, jika yang dimaksud adalah untuk membatalkan hak orang yang menjadi lawan perkaranya.

Sumpah dapat memutuskan persengketaan seketika itu juga, tetapi bukan masalah hak. Karena itu, tanggungan tersumpah tetap belum terlunasi jika dia berdusta dalam sumpahnya.

Seandainya kadi menyumpah terdakwa, setelah itu pendakwa dapat mengemukakan bukti yang memperkuat dakwaannya terhadap terdakwa, maka bukti itu dijadikan sebagai pegangan memutuskan hukum. Perihalnya sama dengan kasus seandainya lawan perkara mengakui kesalahannya sesudah ia bersumpah.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top