Ungkapan menolak sumpah

Sikap membangkang tidak mau bersumpah diungkapkan dengan kata-kata berikut, “Aku menolak bersumpah.” Atau ketika kadi berkata kepadanya, “Bersumpahlah,” ia menjawab, “Aku tidak mau bersumpah.”

Sumpah yang tertolak ialah sumpah yang diucapkan oleh pendakwa sesudah terdakwa menolak tidak mau bersumpah. Kedudukan sumpah yang tertolak (oleh terdakwa ini) kedudukannya sama dengan pengakuan dari terdakwa itu sendiri, tetapi bukan sebagai bukti (yang memberatkan terdakwa).

Seandainya tertuduh dapat mengemukakan bukti sesudah dia menolak bersumpah, yakni bukti yang menyatakan bahwa dia telah membayar utang atau telah dibebaskan oleh pendakwa sendiri, maka buktinya itu tidak dapat diterima, mengingat dia (terdakwa) telah menolak tidak mau bersumpah, yang hal ini berarti sama kedudukannya dengan mengaku. Tetapi Imam Rafi’i dan Imam Nawawi dalam suatu pembahasannya mengatakan bahwa bukti terdakwa dapat didengar (diterima).

Al Asnawi membenarkan pendapat pertama, sedangkan Al Bulqini membenarkan pendapat kedua.

Kifarat melanggar sumpah

Membyar kifarat melanggar sumpah diperbolehkan memilih salah satu di antara alternatif memerdekakan budak seutuhnya lagi mukmin tanpa cacat yang mengurangi prestasi kerjanya atau usahanya, sekalipu budak yang dimaksud sedang tidak ada di tempat, tetapi diketahui masih hidup.

Atau memberi makan sepuluh orang miskin, setiap orang sebanyak satu mud biji-bijian dari makanan pokok negeri yang bersangkutan.

Atau memberi mereka sandang yang menurut tradisi dinamakan pakaian, misalnya baju gamis atau kain atau kerudung atau telekung atau sapu tangan, baik yang digunakan di tangan ataupun di lengan, tetapi bukan khuff (kaos kaki dari kulit).

Jika orang yang bersangkutan tidak mampu mmebayar kifarat (denda) yang tiga macam itu, maka dia harus melakukan puasa selama tiga hari (sebagai gantinya). Dalam hal ini tidak wajib melakukannya secara berturut-turut, lain halnya menurut kebanyakan ulama yang berpendapat berbeda (yakni harus berturut-turut selama tiga hari).

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts