Seorang saksi hendaklah tidak melakukan hal yang mencurigakan (kecurangan) dengan cara memperoleh keuntungan untuk dirinya atau untuk orang yang persaksian si tersaksi terhadap saksi sendiri tidak dapat diterima (umpamanya transaksi adalah anaknya atau orang tuanya), atau dengan cara menolak mudarat (sanksi yang memberatkan) tersaksi melalui kesaksiannya.
Kesaksian tuan terhadap budak miliknya
Tidak dapat diterima kesaksian seseorang terhadap budak miliknya, sekalipun budak itu berstatus mukatab; dan tidak boleh pula terhadap persaksian orang mati yang berutang kepadanya, sekalipun utang-utangnya tidak menghabiskan semua harta peninggalannya. Lain halnya dengan kesaksian yang dilakukan terhadap orang kaya yang berutang kepadanya, atau orang misksin sebelum orang yang bersangkutan meninggal dunia, maka kesaksian saksi dapat diterima terhadap kedua orang itu.
Kesaksian yang ditujukan kepada bagian dari diri saksi
Kesaksian yang ditujukan kepada bagian dari diri saksi tidak dapat diterima, umpamanya untuk orang tuanya hingga yang lebih tinggi atau untuk anaknya sehingga yang lebih bawah (cucu).
Akan tetapi, kesaksian yang dikemukakan terhadap bagian dari diri saksi (baik orang tua ataupun anaknya) mengenai suatu perkara tidak ditolak karena tidak mengandung unsur yang mencurigakan (sebab membatalkan transaksi). Tidak ditolak kesaksian seseorang terhadap ayahnya dalam kasus tertalak ba’in madu ibu saksi, sedangkan ibu saksi masih menjadi istri ayahnya. Adapun kesaksian mengenai masalah talak raj’i secara mutlak dapat diterima.
Hal ini menyangkut kesaksian yang spontan, atau sesudah ada gugatan dari pihak madu ibunya (ibu tiri saksi).
Tetapi jika ayah saksi mengajukan dakwaan bahwa telah terjadi talak (di masa lalu) sebagai alasan untuk tidak memberi nafkah, maka kesaksian saksi tidak dapat diterima karena mengandung unsur yang mencurigakan. Hal yang sama berlaku jika yang mengajukan dakwaan adalah ibu saksi.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani