Seandainya seseorang mendakwa terhadap si terdakwa sebuah barang titipan, tidak cukup untuk menjawabnya hanya dengan ucapan, “Aku tidak berkewajiban menyerahkannya,” melainkan harus dengan ucapan, “Engkau tidak mempunyai suatu hak pun pada diriku.”
Terdakwa diharuskan melakukan hal yang sama seperti jawaban dalam sumpah yang ia kemukakan, dimaksud agar sumpah itu selaras dengan jawaban.
Dakwaan sejumlah harta
Seandainya seseorang mendakwa sejumlah harta kepada si terdakwa, lalu si terdakwa mengingkari, dan si pendakwa menuntut bersumpah, lalu si terdakwa mengatakan, “Aku tidak mau bersumpah,” dan ia memberikan harta tersebut (kepada si pendakwa), maka si pendakwa tidak diharuskan menerimanya tanpa pengakuan dari si terdakwa, dan si pendakwa dapat menekannya untuk bersumpah.
Dakwaan mengenai sebuah barang
Andaikata ada seseorang mendakwa sebuah barang terhadap si terdakwa, lalu si terdakwa menjawab, “Buka milikku,” atau “Barang ini milik seseorang yang tidak kukenal,” atau “Barang ini milik anakku yang masih kecil,” atau “Barang ini merupakan wakaf buat kaum fakir miskin,” atau “Wakaf untuk masjid anu,” sedangkan dia adalah nashir (pengurus)nya. Maka menurut pendapat yang paling sahih, perkara tersebut tidak terlepas dari si terdakwa, tetapi barang tersebut tidak dapat dicabut.
Melainkan si pendakwa berhak menyumpah si terdakwa, bahwa dia tidak diharuskan menyerahkan barang tersebut. hal ini dimaksudkan agar si terdakwa mengakui atau mengingkarinya. Lalu pendakwa bersumpah lagi untuk menyangkal, dan barang tersebut dapat menjadi miliknya dalam dua contoh di muka, sedangkan dia (si terdakwa) dikenai ganti rugi barang tersebut dalam contoh yang lain sebagai jalan penyelesaiannya.
Atau dapat pula si terdakwa memiliki barang tersebut dengan mengemukakan bukti yang menguatkan bahwa barang tersebut adalah miliknya.
Seandainya si terdakwa bersikeras dan diam, tidak mau menjawab tuduhan yang dilancarkan terhadap dirinya, dia dihukumi sebagai orang yang membangkang, jika keputusan tersebut ditetapkan oleh kadi yang bersangkutan.
Apabila masing-masing dari kedua belah pihak, yakni si pendakwa dan si terdakwa, mengakui sesuatu barang yang ada di tangan orang ketiga, dan orang itu tidak mengaitkan kepada salah seorang dari keduanya, baik sebelum pembuktian maupun sesudahnya. Selanjutnya keduanya mengemukakan pembuktian terhadap barang tersebut, maka pembuktian keduanya dianggap gugur karena bertolak belakang dan tidak ada yang menguatkan, perihalnya sama dengan tidak ada pembuktian.
Orang yang berhak atas sesuatu barang
Jika si pemegang barang mengakui bahwa barang itu adalah milik salah seorang dari keduanya sebelum atau sesudah ada pembuktian, maka yang dikuatkan adalah pihak yang mempunyai bukti.
Atau kedua belah pihak mengakui sesuatu barang yang ada di tangan masing-masing, lalu keduanya mengemukakan dua bukti, maka barang yang didakwakan itu adalah menjadi milik masing-masing pihak, mengingat salah satu pihak tidak ada yang lebih berhak daripada yang lainnya.
Jika barang yang dipersengketakan itu bukan berada di tangan salah seorang pun dari keduanya (karena berupa lahan atau barang yang diletakkan di jalan), lalu masing-masing mengemukakan bukti terhadap barang tersebut sebagai miliknya, maka barang itu dijadikan sebagai milik berdua.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani