Imam diperbolehkan memecat seorang kadi yang masih dalam masa percobaan karena melakukan kekurangan-kekurangan yang tidak mempengaruhi pemecatan, umpamanya banyak pengaduan kepada imam tentang perilaku kadi, ada orang yang lebih utama daripada dia karena suatu maslahat (alasan politis), umpamanya untuk meredam fitnah. Dalam hal ini tidak ada bedanya apakah si imam menggantikannya dengan yang semisal atau dengan orang yang kedudukannya di bawah dia (demi stabilitas keamanan).
Jika tidak terdapat sesuatu dari penyebab yang telah disebutkan tadi, maka imam tidak boleh memecat kadi, karena pemecatannya itu merupakan perbuatan yang tidak membawa manfaat, tetapi pemecatannya tetap berlaku. Adapun jika si kadi yang bersangkutan berstatus telah ditentukan, umpamanya di tempat kadi yang bersangkutan tidak terdapat orang yang layak menjabat sebagai kadi selain dirinya, maka dalam keadaan seperti ini orang yang telah mengangkatnya haram menurunkannya dari jabatan perkadian. Jika imam bersikeras menurunkannya, maka keputusan imam tidak berlaku; demikian pula bila kadi yang bersangkutan mengundurkan diri dalam keadaan seperti itu (yakni tidak boleh).
Lain halnya jika keadaan yang dialami oleh kadi tidak seperti apa yang disebutkan di atas, maka pengunduran dirinya dapat diterima, sekalipun tanpa sepengetahuan orang yang telah mengangkatnya.
Jabatan kadi tidak lepas karena meninggal atau tersingkirnya imam besar
Seorang kadi tidak dapat terlepas dari jabatannya karena meninggalnya imam besar dan tidak pula karena tersingkirnya imam besar (dari jabatan), karena dampaknya berbahaya sekali, dan akibatnya semua urusan akan terbengkalai.
Tidak termasuk ke dalam pengertian “imam” yaitu seorang kadi. Pejabat kadi secara otomatis terlepas dari jabatannya jika kadi meninggal dunia.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani