Cara-cara melakukan hukuman ta’zir

Hukuman ta’zir dapat dilakukan dengan pukulan yang tidak melukai, tamparan dengan telapak tangan, dan penahanan, sekalipun yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan salat jumat (karena ditahan); boleh pula mencaci maki dengan ucapan, pengasingan, aytau mengusir dari majelis, dan lain sebagainya yang dipandang oleh pelaksana hukuman ta’zir sebagai hukuman yang pantas, baik dipandang dari jenis ataupun kadarnya.

Akan tetapi, hukuman ta’zir tidak boleh dengan mencukur janggut. Pengertian lahiriah “haram melakukan hukum ta’zir mencukur janggut si tersalah” hanya dipandang dari segi hukum haram mencukur janggut, seperti yang dikatakan oleh mayoritas ulama muta-akhkhirin. Tetapi menurut pendapat yang memakruhkannya, seperti yang dikatakan oleh imam rafii dan imam Nawawi serta yang lainnya, tidak ada alasan melarang menjatuhkan sanksi ta’zir dengan mencukur janggut si tersalah bila hukuman tersebut dipandang perlu oleh imam.

Hukuman ta’zir terhadap orang yang merdeka diwajibkan tidak melebihi empat puluh kali pukulan (tamparan) dan dua puluh kali pukulan terhadap yang lainnya (yakni budak).

Seorang ayah atau tingkatan yang lebih tinggi darinya (kakek) boleh menjatuhkan hukuman ta’zir, sedangkan Imam Rafi’i menyamakan ibu atau yang lebih tinggi darinya (nenek) dengan ayah (dalam hal boleh menjatuhkan hukuman ta’zir).

Diperbolehkan pula menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang yang mendapat izin dari orang tua yang bersangkutan, seperti seorang guru terhadap anak kecil atau anak yang dungu, karen keduanya melakukan hal-hal yang tidak pantas. Tujuan hukuman ta’zir ini untuk membuatnya jera melakukan akhlak yang buruk.

Seorang guru boleh menjatuhkan hukuman ta’zir terhadap anak didiknya.

Seorang suami boleh men-ta’zir istrinya dalam kasus yang menyangkut haknya, misalnya si istri nusyuz terhadapnya, bukan dalam kasus yang menyangkut hak Allah swt.

Selaras dengan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa si suami tidak boleh memukul istri karena si istri meninggalkan salat. Salah seorang ulama ada yang memfatwakan wajib memukul, tetapi pendapat yang beralasan paling kuat menyatakan boleh.

Seorang tuan boleh menghukum ta’zir budaknya dalam kasus yang menyangkut hak si tuan dan hak Allah swt.

Sesungguhnya orang-orang tadi dikenakan hukuman ta’zir hanya dengan pukulan yang tidak melukai. Apabila tidak memberikan faedah apa pun kecuali dengan pukulan yang melukai, maka dia dibiarkan, mengingat pukulan yang melukai dapat membinasakannya, sedangkan hukuman lain tidak ada artinya bagi dia.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top