Perempuan yang masih dalam ikatan nikah kawin dengan lelaki lain

Seandainya seorang perempuan kawin, sedangkan dia masih berada dalam ikatan dengan seorang suami, umpamanya hal tersebut pada akhirnya dapat terbukti sekalipun melalui pengakuan si perempuan yang bersangkutan sebelum suami kedua menikahinya, kemudian suami pertama mengajukan tuntutan terhadapnya, sedangkan pihak si istri menyangkal dan mengatakan bahwa si suami telah menceraikannya serta iddah dari dia telah habis sebelum pernikahannya dengan suami kedua, padahal tidak ada bukti yang memperkuat perceraian tersebut, lalu pihak suami menyatakan sumpah bahwa dia tidak menceraikannya, maka ia boleh merampasnya dari suami kedua. Dikatakan demikian karena pihak istri telah mengakui kepada pihak suami pertama bahwa masih ada ikatan perkawinan dengannya. Pengakuan ini merupakan pengakuan yang benar, mengingat di antara keduanya tidak ada kesepakatan tentang perceraian.

Iddah dua orang lelaki terhimpun pada diri seorang wanita

Seandainya iddah dua orang lelaki terhimpun pada diri seorang wanita, misalnya lelaki yang menceraikannya dengan talak raj’i menggaulinya secara mutlak, atau lelaki yang telah ba’in darinya menyetubuhinya secara syubhat, maka cukup bagi wanita yang bersangkutan melakukan iddah dari yang paling akhir di antara keduanya.

Untuk itu, wanita yang bersangkutan hendaknya melakukan iddah sesudah suami kedua menyetubuhinya, sedangkan sisa iddah suami pertama dimasukkan ke dalamnya.

Jika salah seorang dari keduanya melakukan persetubuhan secara syubhat lagi dengannya, maka ia memulai iddah lagi dari semula, tetapi tidak ada hak rujuk lagi, mengingat tiada yang tersisa dari iddah bagi suami pertama.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top