Para ulama sepakat menyatakan, bahwa talak yang diucapkan oleh seseorang yang sedang emosi dinyatakan sah, sekalipun orang yang bersangkutan mengakui bahwa dirinya dalam keadaan tidak terkendalikan karena amarah yang memuncak.
Talak orang yang dipaksa
Tidak sah talak yang dijatuhkan oleh orang yang dalam keadaan dipaksa melakukannya, sedangkan si pemaksa bukan berada dalam jalan yang hak, dengan menggunakan ancaman yang mengerikan, seperti akan menahannya dalam waktu yang lama.
Demikian pula tidak sah bagi orang yang dipaksa melakukannya, sekalipun apa yang diancamkan kepadanya hukuman tahanan yang tidak lama, bilamana orang yang dipaksa adalah orang yang terhormat. Atau dia akan diancam ditempeleng di hadapan orang banyak, atau hartanya akan dihancurkan yang akan membuatnya sengsara. Lain halnya jika yang akan dirusak si pengancam hanya seharga lima dirham bagi orang yang tidak terpengaruh karenanya, sebab dia kaya.
Syarat bagi sahnya pemaksaan ialah si pemaksa berkemampuan segera merealisasikan apa yang dia ancamkan kepada si terancam, melalui kekuasaan yang dipegangnya atau kekuatannya.
Sedangkan orang yang dipaksa (si terancam) tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan dirinya, baik dengan cara melarikan diri ataupun meminta tolong. Ia mempunyai dugaan kuat, jika dia tetap tidak mau memenuhi keinginan si pengancam, niscaya si pengancam akan melakukan apa yang dia ancamkan kepadanya.
Kriteria tidak mampu masih belum terealisasikan tanpa adanya semua faktor di atas secara keseluruhan.
Dalam kasus dipaksa talak, tidak disyaratkan memakai ungkapan tauriyah (memakai suatu lafaz yang bermakna ganda, satu sama lainnya bertentangan) agar talak jangan sampai terjadi. Umpamanya orang yang bersangkutan dalam hatinya berniat selain dari istrinya, atau mengucapkan kalimat Insya Allah sesudahnya dengan suara hampir tak terdengar.
Akan tetapi, jika orang yang dipaksa itu dalam hatinya memang bermaksud menjatuhkan talak, maka talaknya jadi; perihalnya sama saja dengan kasus bila ia dipaksa oleh pihak yang berhak untuk menjatuhkan talaknya. Umpamanya orang yang memiliki hak qishash berkata kepada seorang suami, “Ceraikanlah istrimu. Kalau tidak, akau akan membunuhmu karena kamu telah membunuh ayahku.” Atau seorang lelaki berkata kepada lelaki lain, “Ceraikanlah dia (istrinya) atau aku benar-benar akan membunuhmu besok.” Lalu si suami menceraikan istrinya. Maka dalam kasus ini talak dianggap jadi, bila memakai kata yang sharih (jelas). Pengertian kata “besok” merupakan pengecualian dari kata “dalam waktu segera” yang disyaratkan bagi tiadanya keabsahan talak orang yang dipaksa melakukannya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani