Seandainya seorang kadi atau hakim mengawinkan seorang wanita sebelum jelas ketetapan dirinya sebagai wakil, melainkan hanya berdasarkan berita dari seorang yang adil, nikah dapat berlangsung dan sah. Akan tetapi, perbuatannya itu tidak diperbolehkan (haram), mengingat akad yang dilakukannya itu menurut lahiriah dinilai rusak.
Andaikata ada seorang wanita menyampaikan berita kepada wali mengenai izin (kesediaan) dari wanita yang ada dalam perwaliannya untuk dikawinkan melalui wakilnya, kemudian si wali mempercayainya dan mewakilakn kepada seorang kadi, maka perwakilan dan nikah tersebut sah hukumnya.
Wanita mengizinkan walinya untuk mengawinkan dirinya
Seandainya seorang wanita mengatakan kepada walinya, “Aku izinkan engkau untuk mengawinkan diriku dengn lelaki yang bersedia kawin denganku sekarang, dan bersedia pula untuk kawin selanjutnya setelah aku diceraikan dan masa iddahku habis,” maka sah lah perkawinan keduanya setelah adanya izin tersebut.
Wali mewakilkan kewaliannya kepada orang lain
Seandainya seorang wali dalam kasus seperti ini mewakilakan kepada lelaki lain, maka sah pula perkawinan yang keduanya. Dikatakan demikian karena sekalipun si wali belum memiliki hak mengawinkan kedua kalinya di saat perizinan diberikan, tetapi perkawinan yang kedua itu mengikut kepada apa yang telah dia miliki di saat perizinan diberikan. Demikian pendapat yang difatwakan oleh Ath-Thayyib An-Nasyiri.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani