Akad nikah orang bisu dianggap sah dengan memakai isyarat yang dapat dimengerti.
Akad nikah dengan bahasa Arab
Menurut suatu pendapat, akad nikah tidak sah kecuali dengan memakai teks Arab. Berdasarkan pendapat ini, orang yang tidak mampu berbahasa Arab diharuskan untuk belajar lebih dahulu atau mewakilkannya. Pendapat ini berdasarkan sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Ahmad.
Tidak termasuk ke dalam pengertian kata-kataku, “Kabul yang bersambungan,” yaitu bila disisipkan kalimat lain dari akad ke dalam akad, sekalipun kalimat sisipan itu sedikit, seperti, “Aku nikahkan nkamu dengan anak perempuanku. Nasihatilah dia dengan baik.”
Khotbah yang ringan tidak membahayakan akad nikah
Khotbah ringan dari pihak suami tidak membahayakan akad nikah, sekalipun pada prinsipnya kami katakan bahwa hal itu tidak dianjurkan. Lain halnya dengan As-Subuki dan Ibnu Abu Syarif yang berpendapat berbeda (yakni membahayakan akad).
Tidak pula membahayakan akad kata-kata, “Katakanlah, ‘Aku terima nikahnya’,” mengingat kalimat tersebut masih berkaitan dengan subjek akad nikah.
Mencabut kembali kalimat ijab
Seandainya pihak wali telah mengucapkan kalimat ijab, lalu ia mencabut kembali kalimat ijabnya itu; atau mempelai wanita mencabut kembali kesediaan untuk dikawinkannya sebelum kabul dari pihak mempelai lelaki; atau mempelai wanitanya gila atau murtad, maka kabul menjadi terhambat (yakni tidak sah).
Suami tidak mengucapkan jumlah mahar
Seandainya wali mengucapkan, “Aku kawinkan kamu dengan mahar (mas kawin) sekian,” lalu pihak suami mengucapkan, “Aku terima nikahnya,” tanpa mengucapkan sejumlah maskawin yang disebutkan oleh wali, hukum nikahnya sah dengan membayar maskawin yang sepantasnya. Lain halnya dengan Al-Barizi yang berpendapat berbeda.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani