Mengawini wanita dayyinah, yakni wanita yang memiliki sifat adil (kuat agamanya), lebih utama daripada kawin dengan wanita yang fasik, sekalipun predikat fasiknya bukan karena zina. Hal ini berlandaskan pada hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu: “Ambillah wanita yang kuat agamanya.”
Menikahi wanita nasibah, yakni wanita yang dikenal asal keturunannya sebagai wanita berketurunan baik karena berkaitan dengan ulama dan orang-orang saleh, lebih utama daripada mengawini yang lainnya. Karena ada hadis yang menganjurkan, “Pilihlah buat nuthfah (bibit) kalian, dan janganlah kalian meletakkannya bukan pada tempat yang pantas.”
Barang siapa yang dimintai pendapat mengenai seorang peminang atau seorang yang (dikenal) ahli (dalam suatu bidang) yang hendak bergabung dengan si penanya, maka sudah menjadi kewajiban baginya menyebutkan kekurangan-kekurangan yang ada pada orang tersebut (jika memang ada padanya) secara jujur, sebagai nasihat atau saran yang wajib darinya.
Dikatakan demikian karena Fatimah binti Qais pernah berkata kepada Nabi saw, “Sesungguhnya Mu’awiyah dan Abu Jahm pernah melamarku.” Maka Rasulullah saw bersabda, ‘Adapun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (yakni suka memukul istrinya), sedangkan Mu’awiyah adalah seorang miskin yang tak berharta. Lebih baik nikahlah dengan Usamah’.”
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani