Kekuasaan terhadap barang yang digadaikan pada umumnya berada di tangan pihak penerima gadai sesudah transaksi gadai dilaksanakan. Kekuasaan terhadap barang gadai tersebut merupakan amanat yang dipercayakan kepadanya, sekalipun setelah pihak penggadai terbebas dari utang.
Karena itu, pihak penerima gadai tidak menanggung kerusakan yang terjadi kecuali jika disebabkan oleh ulahnya sendiri, misalnya pihak penerima gadai tidak mau mengembalikan barang gadai setelah utang ditutup.
Dakwaan penggadai dapat dibenarkan melalui sumpah
Pihak penerima gadai dapat dibenarkan melalui sumpah, sama halnya dengan penyewa yang dalam dakwaannya menyatakan barang gadai telah rusak. Tetapi tidak dibenarkan dalam masalah telah mengembalikan, karena masing-masing pihak (penggadai dan penerima gadai) melakukan serah terima untuk keperluan masing-masing, maka masing-masing pihak (terhadap pihak lain) sama halnya dengan peminjam barang.
Lain halnya dengan pihak yang dititipi dan wakil (pengakuan mereka tentang pengembalian barang yng dapat dibenarkan melalui sumpah). Tiada sesuatu pun dari utangnya yang digugurkan bila barang yang digadaikannya mengalami kerusakan.
Penggadai lupa terhadap barang gadai
Seandainya seseorang lupa terhadap barang gadai semacam kitab (lupa memeliharanya) hingga termakan rayap, atau dia meletakkannya di tempat yang disuga banyak rayap, maka pihaknya (penerima gadai) harus menanggung kerusakan tersebut karena dia sembrono dalam merawat.
Hukum transaksi yang rusak
Hukum transaksi yang rusak (batal) bila dilakukan oleh orang dewasa sama dengan hukum transaksi yang sah dalam kaitan ada atau tidaknya tanggungan. Karena transaksi yang sah adalah bila mengharuskan adanya tanggungan sesudah penerimaan barang objek transaksi (dan barang mengalami kerusakan), seperti dalam transaksi jual beli dan utang piutang, terlebih transaksi yang rusak.
Atau tidak diwajibkan menanggung kerusakan, seperti pada barang gadai, barg sewaan, dan barnag hibah; demikian pula keadaannya jika transaksinya rusak.