Tidak boleh diberikan kepada orang yang menyusul sesudah selesainya perang, walaupun sebelum mengumpulkan harta ghanimah. Tidak boleh diberikan kepada orang yang mati pada pertengahan perang sebelum menghalau musuh-musuh.
Empat perlima harta fai’ diperuntukan bagi orang-orang yang menyiapkan diri untuk jihad. Dua pelimanya lagi dibagi lima, untuk bagian kemaslahatan umum, seperti menguatkan benteng pertahanan, memelihara benteng, masjid, gaji para qadhi, yang sibuk menuntut ilmu syara’ dan ilmu alatnya (seperti ilmu nahwu, sharaf, dan yang lainnya) walaupun taraf permulaan, yang sibuk dengan menghafal Al Qur’an, imam-imam masjid dan para muadzin, mereka itu berhak diberi walaupun orang mampu, menurut pengaturan pemerintah.
Wajib mendahulukan yang lebih penting di antara semua itu, dan yang paling penting ialah yang pertama (untuk pertahanan). Kalau pemerintah melarang mereka dari harta tersebut, maka hak-haknya dari baitulmal. Salah seorang di antara mereka dapat diberi sesuatu dari baitulmal, maka ia boleh menerimanya selama tidak melebihi kecukupannya.
Sebagian dari keturunan Hasyim dan Muththalib; bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, walaupun mereka orang kaya. Sebagian lagi untuk kaum fakir yang yatim’ sebagian untuk kaum miskin, dan sebagian lagi untukyang bepergian dalam kefakiran.
Wajib meratakan pembagian kepada empat ashnaf (keturunan Hasyim dan Muththalib, kaum fakir yang yatim, kaum miskin, ibnu sabil), yang hadir dan yang gaibnya dari tempat (pembagian) harta fai’
Boleh membedakan pembagian antara perorangan dari suatu ashnaf selain kerabat dekat (sebab sama dekatnya), tetapi tidak boleh berbeda antar ashnaf.
Kalau hasil fai’ nya sedikit, bila diberikan kepada seluruh mustahiq tidak akan menutup kebutuhan mereka, maka harus ditentukan paling membutuhkan saja dan tidak usah merata, karena darurat.
Kalau tidak ada sebagian ashnaf yang empat itu, maka bagiannya harus dibagikan kepada sisanya (mustahiq yang ada).
Menurut Imam (mujtahid) yang tiga (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad), boleh menggunakan seperlima dari harta fai’ untuk kemaslahatan umum, sedangkan menurut Mazhab Syafii yang seperlimanya tidak boleh untuk kemaslahatan umum. Dalam membagikan ghanimah, imam tidak boleh mensyaratkan, “Barang siapa yang merampas sesuatu, maka untuk dia.” (sebab dapat menimbulkan kekacauan).
Menurut kaul lainnya, “Imam boleh mensyaratkan demikian itu menurut imam-imam yang tiga juga.” Bahkan menurut Imam Abu Hanifah dan Malik r.a. “Imam boleh melebihkan pembagian antara seseorang dari orang lainnya.”
Pengaturan hukum harta ghanimah sebelum dibagikan
Apabila salah seorang dari perampas (ghanimah) memperoleh sesuatu dari hasil rampasannya sebelum dibagi lima dan dibagikan menurut hukum syara’, ia tidak boleh menggunakan harta itu, sebab harta itu termasuk barang serikat antara yang mendapat ghanimah dan yang berhak menerimanya (mustahiqqiin), sedangkan setiap yang berserikat tidak boleh menggunakan barang serikatnya tanpa izin teman lainnya.
Disunatkan sedekah tathawwu’ (sedekah tambahan dari yang wajib), karena berdasarkan ayat ke 285 dari surat Al Baqarah, “Barang siapa yang mengutangkan kepada Allah dengan piutang yang baik.” Dan juga banyak hadis masyhur.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani