Shalat batal karena meng-i’tikad-kan atau menganggap sunnah salah satu fardu dari fardu-fardu shalat yang telah ditentukan, sebab hal itu sama dengan mempermainkan hukum. Akan tetapi, orang awam yang menganggap fardu terhadap salah satu pekerjaan sunat dari sunat-sunat shalat; atau ia mengetahui bahwa di dalam shalat itu ada pekerjaan fardu dan sunat, namun ia tidak dapat membedakan mana yang fardu dan mana yang sunat, serta tidak pula bermaksud mengerjakan pekerjaan fardu yang telah ditentukan sebagai pekerjaan sunat, tidak batal shalatnya. Tidak batal pula shalatnya kalau ia meng-i’tikad-kan bahwa semua pekerjaan shalat adalah fardu.
Yang termasuk membatalkan shalat ialah keluar hadas walaupun tanpa sengaja. Sebagaimana sabda Nabi saw, “Apabila salah seorang di antara kamu kentut ketika shalat, maka berpalinglah dan berwudhulah serta harus mengulang lagi shalatnya.”
Terkena najis yang tidak dimaafkan, kecuali kalau dibuang ketika itu juga. Najis yang mengenai badan, pakaian, atau tempat shalat, kecuali kalau sekedar kebetulan dengan najis itu, maka tidak apa-apa.
Terbuka aurat, kecuali bila tertiup angin dan segera menutupnya.
Meninggalkan rukun dengan sengaja.
Meragukan niat pada takbiratul ihram atau pada syarat shalat setelah melewati satu rukun qauly, atau fi’ly, atau keraguannya itu berlarut-larut. Melewatkan sebagian waktu rukun qauly sama halnya dengan melewatkan semua rukun dan keraguan yang berkepanjangan atau sesaat dengan tidak mengulangi apa yan gdiragukannya itu (shalatnya batal).
Apabila orang yang adil perkataannya memberitahukan bahwa seseorang terkena najis atau terbuka aurat yang (hal ini) dapat membatalkan shalat, maka orang itu wajib menerimanya (mmebenarkannya). Apabila diberi tahu mengenai adanya perkataan yang membatalkan shalat, tidak wajib menerimanya (sebab dia sendiri pasti dapat merasakannya).