Shalat akan batal bila bicara atau keluar ucapan dengan suara satu huruf yang bermakna, misalnya ‘qi’ (peliharalah olehmu), ‘i’ (hafalkan olehmu), ‘fi’ (penuhilah olehmu), atau dengan satu huruf yang dipanjangkan, sebab huruf yang dipanjangkan itu hakikatnya dua huruf.
Mengucapkan suatu kalimat dalam bahasa Arab untuk amal taqarrub yang haruis diucapkan, tidak membatalkan shalat, misalnya “nadzar’ atau “itqin”, seperti halnya berkata “Nadzartu li zaidin bialfin” (saya berjanji memberi Zaid dengan seribu), atau “A’taqtu fulaanan” (saya memerdekakan si Fulan), atau wasiat, sedekah, dan sebagainya, seba termasuk da’a.
Berbeda dengan ucapan tersebut di atas, yaitu ucapan niat puasa atau i’tikaf, sebab tidak tawaqquf (tidak bergantung) pada ucapan. Jadi, tidak perlu diucapkan (cukup dalam hati). Membaca doa yang diperbolehkan, tidak membatalkan shalat, walaupun doa itu untuk orang lain, asal tidak disertai ta’liq dan khitab kepada makhluk.
Mengucapkan doa dan ucapan taqarrub bila diserta ta’liq (menggantungkan), membatalkan shalat. Misalnya mengucapkan “Kalau Allah menyembuhkan aku dari penyakit ini, maka aku akan memerdekakan seorang hamba” atau “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau kehendaki.” Batal pula shalat apabila ketika (mengucapkan doa atau ucapan taqarrub) di-khitab-kan kepada makhluk selain Nabi saw (misalnya “Maha Suci Tuhanku dan Tuhanmu”). Kalau mendengar nama Nabi disebut, maka tidak membatalkan shalat, menurut kaul yang termasyhur (misalnya Shalallaahu ‘alaika ayyuhan nabiy).
Contoh ucapan taqarrub ialah, “aku nadzar sesuatu untukmu” atau “semoga Allah merahmatimu”, walaupun untuk mayat (tetap membatalkan shalat).