Hukuk Berdehem dan Bicara (Minimal 2 Huruf) Didalam Shalat

Shalat batal karena berbicara dua huruf, meskipun terucap bersamaan ketika mendehem yang bukan karena udzur, dalam bacaan wajib misalnya, ketika membaca Fatihah. Termasuk juga seperti masalah membaca Fatihah yaitu, semua bacaan wajib misalnya, tasyahud akhir, shalawat kepada Nabi pada tasyahud. Shalat tidak batal karena terucap 2 huruf yang bersamaan dengan mendehem yang terjadi karena udzur dalam bacaanShalat tidak batal karena terucap 2 huruf yang bersamaan dengan mendehem yang terjadi karena udzur dalam bacaan rukun qauly.

Atau huruf yang terucapkan itu bersamaan dengan semacam dehem misalnya, batuk, menangis, bersin, atau tertawa. Selain karena udzur dalam bacaan wajib, ialah yang menimbulkan suara dua huruf ketika mendehem karena sulit membaca bacaan sunat misalnya, membaca surat, doa qunut, atau Fatihah dengan bacaan yang jahar (keras), maka shalatnya batal (sebab pekerjaan sunat tidak boleh mengalahkan yang wajib).

Imam Zarkasyi telah membahas bahwa mendehem itu diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk mengeluarkan dahak yang dapat membatalkan puasa (jika menelannya). Syaikhuna (Ibnu Hajar) mengatakan bahwa sebagaimana halnya mendehem, diperbolehkan bagi orang yang tidak puasa untuk mengeluarkan dahak yang dapat membatalkan shalat (bila dahak itu tertelan), yaitu sekira dahak itu turun dari kepala menuju tenggorokan dan tidak mungkin dikeluarkan kecuali dengan mendehem.

Apabila imam mendehem, lalu menimbulkan suara dua huruf (menurut penilaian umum), maka makmum tidak wajib mufaraqah (memisahkan diri), sebab secara logika imam itu berusaha menjaga perbuatannya dari sesuatu yang dapat membatalkan shalat. Memang demikian. Apabila ada pekerjaan imam itu tanpa udzur, maka wajib mufaraqah.

Seseorang terkena penyakit, misalnya terus-menerus batuk, hingga tidak ada waktu senggang (kosong) yang mencukupkan shalat tanpa batuk yang dapat membatalkan shalat. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaikhuna bahwa penyakit batuk seperti itu dapat dimaafkan; jika ia sembuh, tidak usah qadha.

 

Scroll to Top