Batal shalat, baik fardu maupun sunat, tetapi puasa dan i’tikaf tidak batal yaitu:
Berniat memutuskan shalat atau menggantungkannya kepada sesuatu, meskipun pada sesuatu yang mustahil menurut adat (misalnya mengatakan, “kalau malaikat Jibril datang membawa wahyu kenabian kepada saya, saya akan membatalkan shalat saya.”
Ragu-ragu untuk memutuskan apakah shalatnya batal atau tidak (sebab wajib meneguhkan niat; mengerjakannya pun harus dengan sempurna, tidak setengah hati). Tidak batal shalat karena ada rasa waswas yang menguasai dirinya. Waswas adalah pikiran yang timbul dalam hati, ttapi diluar keyakinannya; berbeda dengan ragu-ragu. Waswas itu merupakan godaan dari setan. Misalnya mengenai keimanan dan sebagainya.
Banyak melakukan pekerjaan lain selain pekerjaan shalat, jika yang mengerjakannya mengerti bahwa hal itu dilarang. Atau karena bodoh (tidak mengerti) yang tidak termasuk udzur (karena bertempat tinggal di lingkungan orang-orang alim atau memeluk agama islamnya sudah sejak lama). Demikian pula mengerjakan sesuatu secara berturut-turut menurut adat, bukan ketika shalat syiddatul khauf atau shalat sunat dalam perjalanan. (contoh banyak melakukan pekerjaan menurut adat, misalnya melangkah, menepuk nyamuk, atau menggaruk di tempat yang berlainan sebanyak 3 kali secara berturut-turut).
Kecuali pekerjaan yang sedikit, misalnya dua kali melangkah, walaupun langkahnya jauh sekira tidak termasuk melompat; atau dua kali memukul. Begitu juga melepaskan sepatu, membetulkan pakaian, membuang bangkai nyamuk atau lainnya. Sebagaimana Nabi saw ketika shalat pernah melepaskan sepatu dan menaruhnya di sebelah kirinya. Beliau pernah menyuruh membunuh kala atau ular, menolah orang yang lewat di depan orang yang shalat, dan mengizinkan untuk meratakan kerikil pada tempat shalat.