Dzikir (Hakikat, Cara Mengqadha, Keadaan-keadaan Yang Dilarang untuk berdzikir)

Zikir itu sangat dianjurkan dalam berbagai keadaan, kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu. Diantaranya adalah makruh melakukan zikir ketika sedang duduk menunaikan hajat (buang air besar maupun kecil), ketika sedang melakukan aktivitas seks (jima’), ketika khutbah sedang dibacakan (bagi orang yang mendengar suara khatib), ketika sedang berdiri dalam shalat (mengingat keadaan seperti ini menuntut orang yang bersangkutan sibuk dengan bacaan Al Qur’annya), dan ketika mengantuk. Tetapi, tidak makruh melakukan zikir di jalan.

Hakikat Zikir

Yang dimaksud dengan zikir adalah kehadiran hati, hal inilah yang hendaknya merupakan tujuan utama bagi pelakunya. Ia harus berusaha mewujudkannya, memikirkan makna zikir yang dibacanya, dan memahami maknanya.

Memikirkan makna zikir ketika sedang melakukannya merupakan hal yang sangat dianjurkan, sebagaimana dianjurkan pula ketika sedang membaca Al Qur’an, mengingat keduanya mempunyai tujuan yang sama.

Orang yang berzikir disunahkan memanjangkan ucapannya dalam mengucapkan kalimat Laa ilaaha Illallaah  (tidak ada Tuhan selain Allah). Dikatakan demikian karena di dalamnya terkandung kesempatan untuk memikirkan maknanya.

Mengqadha Zikir

Orang yang sudah terbiasa zikir di malam hari maupun siang hari, atau sesudah shalat atau dalam keadaan tertentu, bila ia melewatkannya dianjurkan menggantinya dan mengerjakannya di waktu yang lain.

Sesungguhnya apabila seseorang terbiasa melakukan zikir, maka ia akan sulit meninggalkannya. Tetapi, bila dia gegabah dalam mengqadhanya, maka ia amat mudah menyia-nyiakan waktunya.

Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan sebuah hadist melalui Umar bin Khatthab ra, baa Rasulullah saw pernah bersabda:

“Barang siapa yang tertidur meninggalkan wirid bacaan Al Qur’annya atau sebagian darinya, lalu ia membacanya di antara shalat shubuh dan dhuhur, maka dicatatkan baginya seakan-akan ia membacanya di malam hari.”

Bila ada hambatan, orang yang berdzikir disunahkan menghentikan dzikirnya sementara waktu

  1. Bila ada orang yang mengucapkan salam kepadanya, ia boleh menjawab salam tersebut, kemudian melanjutkan kembali zikirnya.
  2. Jika ada yang bersin di hadapannya, ia boleh mentasymitnya (mengucapkan kalimat yarhamukallah), kemudian melanjutkan kembali zikirnya.
  3. Bila ia mendengar muadzin mengumandangkan azan, ia boleh menjawab kalimat-kalimat azan dan iqamah, kemudian melanjutkan kembali zikirnya.
  4. Apabila orang yang berzikir melihat perkara yang munkar dilakukan dihadapannya, ia harus melenyapkannya. Atau melihat perkara yang ma’ruf, ia harus membimbingnya. Atau ada orang yang meminta petunjuk, maka ia boleh memberinya petunjuk, kemudian kembali berzikir.
  5. Jika ia terserang oleh rasa kantuk atau sejenisnya.

Dzikir mesti terdengar oleh orang yang mengucapkannya

Dzikir yang disyariatkan di dalam shalat dan yang lainnya, baik yang wajib maupun yang sunah, tiada sesuatu pun diantaranya yang dihitung dan tidak pula dianggap kecuali bila orang yang bersangkutan mengucapkannya hingga dirinya mendengar apa yang diucapkannya, jika ia mempunyai pendengaran yang sehat dan tidak ada halangan (penyakit) baginya.

Scroll to Top