Andaikata seorang ayah atau saudara laki-laki yang menjadi wali nikah tunggal mewakilkan kepada orang lain, kemudian dia sendiri ikut hadir sebagai saksi bersama saksi lainnya, maka akad nikah itu tidak sah, karena dia seorang wali akad, sedangkan wali tidak boleh menjadi saksi.
Karena itu, seandainya ada dua orang bersaudara menjadi saksi terhadap saudara yang ketiga, lalu saudara yang ketiga melakukan akad nikah tanpa ada perwakilan lagi terhadap salah seorang di antara keduanya, maka nikahnya sah. Tetapi jika ada, maka nikah tidak sah.
Tidak disyaratkan adanya persaksian, dalam masalah persetujuan dari wanita yang diperlukan persetujuannya, mengingat persakian untuk itu bukan merupakan rukun dalam akad, melainkan syarat dalam akad. Karenanya tidak diwajibkan adanya persaksian dalam pemberian persetujuan, jika memang yang menjadi wali bukan wali hakim. Tetapi menurut pendapat yang beralasan kuat, tidak wajib pula, sekalipun yang menjadi wali adalah hakim.
Boleh memegang ucapan anak-anak yang diutus oleh orang yang berhak menjadi wali
Penulis kitab Al-Bahr menukil dari beberapa orang temannya, bahwa diperbolehkan memegang ucapan anak yang diutus oleh seorang wali kepada seseorang untuk mengawinkan wanita yang berada dalam perwaliannya. Tetapi dengan syarat bila hati si penerima berita percaya dengan kebenaran berita yang dibawa anak kecil itu.
Menikahkan wanita yang belum didengar kesediaannya
Seandainya seorang wali menikahkan eorang wanita ebelum sampai kepadanya berita kesediaannya untuk dikawinkan, akad nikahnya dianggap sah menurut pendapat yang beralasan kuat, jika ternyata persetujuannya lebih dahulu daripada waktu perkawinannya; karena hal yang dianggap dalam masalah akad adalah hal yang berkaitan dengan inti urusan yang dimaksud, bukan berkaitan dengan apa yang ada dalam dugaan orang yang diberi tugas.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani