Keterangan yang diterima dari Ba’dul hukama rahimahullaahu ta’aala:
“Empat dari macam-macam perkara itu bagus, yang disebut bagus adalah perkara yang melekat di perkara tersebut pujian di dunia dan ganjaran di akhirat. Tetapi empat perkara itu lebih bagus.
Yang pertama adalah haya’ (sifat malu), yaitu mengkerutnya nafsu dari suatu perkara karena takut dicela dari perkara tersebut. Dari lelaki bagus, tetapi apabila dari golongan perempuan lebih bagus.
Yang keduanya adalah adil, pertengahan antara firath dengan tafrith (memberatkan dan gegabah) dari tiap-tiap orang itu bagus, tetapi adil di umara (yang memiliki kekuasaan) lebih bagus.
Yang ketiga adalah taubat, kembali kepada Allah yang memudarkan tali belenggunya ishrar (membiasakan mengerjakan dosa) dari hati, kemudian menjalankan tiap-tiap haq Allah swt. Dari orang yang usianya sudah tua bagus, tetapi taubat dari orang yang usianya masih muda lebih bagus.
Dan yang keempat adalah dermawan, maksudnya memberi faedah perkara yang patut, tidak karena ‘iwadh (imbalan), dari orang-orang kaya bagus, tetapi dermawan dari orang-orang faqir lebih bagus.”
Perasaan malu adalah sifat yang bagus, karena dengan adanya sifat ini maka setiap orang akan merasa sungkan dan menarik diri apabila dirinya mengikuti hawa nafsu, atau ketika akan melakukan ma’siyat. Dirinya merasa selalu diawasi oleh Allah dalam setiap tingkah dan perbuatannya.
Setiap orang harus memiliki sifat adil, maksudnya menempatkan suatu perkara pada tempatnya, serta melakukan sesuatu sesuai dengan haq nya.
Ketika seseorang melakukan dosa, maka seharusnya dia langsung bertaubat. Menyesal atas apa yang telah dilakukannya, berjanji tidak akan melakukannya kembali, dan meminta ampun kepada Allah swt.
Kedermawanan itu adalah suatu sifat yang terpuji, tetapi dermawan disini adalah karena Allah, artinya bukan karena riya’ atau mendapat pujian dan imbalan dari orang lain.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar